Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2012

Program Wirausaha Muda Mandiri 2012 sudah sampai pada tahapan penjurian wilayah yang dilaksanakan secara bertahap. Berikut adalah hasil Penjurian Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri di wilayah : ;.

Belajar Otodidak, Muzakki Raih Omzet Ratusan Juta

Muhammad Muzakki sukses menggeluti usaha pembuatan booth sejak 2008. Pria asal Jakarta ini mengerjakan pesanan booth mulai tahap desain hingga pesanan selesai dan siap pakai.

Mengasah Naluri Bisnis

Ketika pulang dari kuliah di Amerika Serikat, Erwin Aksa menggenggam optimisme tinggi. Ia sudah belajar banyak dari para usahawan Amerika dan terutama di ruang kuliah.

Empat Tips Kelola Bisnis Pemula ala Ciputra

Pengusaha kawakan Ciputra memberikan tips mengelola bisnis, khususnya untuk pebisnis pemula. Seperti apa?

Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Buku “Chairul Tanjung Si Anak Singkong” diluncurkan bertepatan usia Chairul Tanjung (CT) setengah abad. CT, demikian nama panggilannya, adalah pengusaha Indonesia yang sukses dalam wirausahanya dan memperluas usahanya.

Senin, 23 Juli 2012

Bank Mandiri Pupuk Semangat Kewirausahaan 500 Santri Ponpes di Magelang

Bank Mandiri menggelar workshop kewirausahaan bagi santri-santri Pondok Pesantren di wilayah Magelang dan sekitarnya guna memupuk semangat kewirausahaan di lingkungan pesantren. Workshop dilaksanakan di Pondok Pesantren (ponpes) Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang serta melibatkan sekitar 500 santri ponpes API Tegalrejo dan ponpes lain di sekitarnya. Pembukaan workshop dilakukan oleh Direktur Institutional Banking Bank Mandiri Abdul Rachman serta disaksikan Bupati Magelang Singgih Sanyoto pada Rabu (20/6). 

Selain workshop, Bank Mandiri juga menyalurkan anggaran bina lingkungan senilai Rp200 juta untuk membiayai pembangunan Asrama Entrepreneur di lingkungan Pondok Pesantren API Tegalrejo. 

Dalam workshop ini, para santri akan memperoleh materi mengenai peluang Wirausaha sesuai potensi yang ada di lingkungan sekitar pesantren dan tip-tips berwirausaha dari pengusaha nasional dan finalis program Wirausaha Muda Mandiri (WMM). Mereka adalah pengusaha nasional Aunur Rofiq, penulis buku “Negeri 5 Menara” Ahmad Fuadi, pemenang pertama WMM 2010 Ahmad Abdul Hadi dan Finalis WMM 2009 Firmansyah Budi. 

Direktur Institutional Banking Bank Mandiri Abdul Rachman mengemukakan bahwa keberadaan pesantren di tengah masyarakat memiliki makna strategis untuk mengembangkan sentra ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

“Pesantren telah lama mengakar di masyarakat. Ini merupakan kekuatan yang dapat membangkitkan semangat masyarakat dalam meraih kemajuan hidup. Melalui program ini, kami ingin meningkatkan ketrampilan santri pondok pesantren di sekitar wilayah ini untuk menumbuhkan sense of business sehingga akan tercipta wirausaha-wirausaha muda potensial,” kata Abdul Rachman.

Kegiatan workshop ini merupakan bagian dari rangkaian program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) Goes To Pesantren yang dilaksanakan di beberapa pondok pesantren Nahdlatul Ulama (NU) di tanah air yaitu Ponpes Aulia Cendikia Palembang, Ponpes Manonjaya Tasikmalaya, Ponpes Darussalam Martapura dan Ponpes Bago Lombok. 

Beberapa kegiatan lain yang telah dilakukan dalam program WMM Goes To Pesantren antara lain melatih dan mengimplementasikan budidaya lele di delapan pesantren di wilayah Jawa Timur, menggelar Training of Trainer pengurus Lembaga Ta’mir Masjid (LTM) NU dan mengadakan pesantren Entrepreneur Camp di Pesantren Al-Yasini Sidoarjo yang diikuti oleh 48 Pondok Pesantren di wilayah Jawa Timur. 

Wirausaha Muda Mandiri merupakan program unggulan karena diyakini mampu mengubah cara pandang generasi muda tentang wirausaha, menjadikan sektor UMKM sebagi sektor idaman untuk berkarya serta mampu meningkatkan kualitas dan jumlah usaha kecil. Program ini juga dapat meningkatkan peran perbankan dalam menggerakkan sektor UMKM sebagai pilar dan penggerak perekonomian bangsa. 

Bank Mandiri juga menggelar Mandiri Young Technopreneur, untuk mendorong generasi muda Indonesia agar terus menciptakan karya-karya teknologi terbaru untuk kemajuan bangsa Indonesia.

“Program ini tidak hanya kebanggaan Bank Mandiri, tetapi juga bagi bangsa Indonesia yang memiliki generasi muda kreatif dan mampu berkontribusi pada masyarakat sekitar. Kami optimis Wirausaha Muda Mandiri maupun Mandiri young Technopreneur, akan semakin menginspirasi generasi muda, termasuk yang menempuh pendidikan di pesantren, untuk menjadi pencipta lapangan kerja yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah yang jauh lebih baik,” ujar Abdul Rachman. (mlk)

Selasa, 17 Juli 2012

Bermodalkan Rp 50.000, Produk Dewi Tanjung hingga ke Inggris

International Young Creative Entrepreneur (IYCE) Awards British Council 2012 akhirnya memilih Dewi Tanjung dan Diana Rikasari sebagai pemenang. Nama keduanya diumumkan pada Awarding Night IYCE Awards 2012, di Balairung Soesilo Soedarman, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sabtu (14/7/2012). Kedua pemenang berhasil menyisihkan 18 finalis lainnya dalam memperebutkan juara untuk Kategori Desain dan Fesyen serta Kategori Film dan Interaktif.

"Pemilik CV De Tanjung Indonesia, Dewi Tanjung, terpilih menjadi pemenang IYCE Awards 2012 untuk Kategori Desain dan Fesyen, sementara penulis blog dan pemilik UP! Shoes Diana Rikasari menjadi pemenang untuk Kategori Film dan Interaktif," sebut siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (16/7/2012).

Dewi Tanjung pertama kali mengembangkan usahanya hanya dengan bermodalkan Rp 50.000. Berdiri tahun 2003, bisnisnya bergerak dalam produksi kerajinan tradisional, kartu undangan pernikahan, dan suvenir.

Dalam memproduksi kerajinan tradisional ini, Dewi mengkhususkan diri pada penggunaan barang daur ulang, seperti botol, kain perca, dan dedaunan kering.

Ia memberdayakan komunitas wanita di perkampungan Banjararum dan penjara wanita Sukun. Dewi juga sebelumnya merupakan pemenang Wirusaha Muda Mandiri 2010 kategori Industri Kreatif.

Saat ini, CV De Tanjung telah melayani lebih dari 1.200 klien dalam dan luar negeri, seperti  London, Paris, Adelaide, New York, Amsterdam, Arizona, dan Kuala Lumpur. Produk De Tanjung telah menjadi buah tangan Malang favorit selebriti dan tokoh terkemuka Indonesia.

Sementara pemenang untuk Kategori Film dan Interaktif, Diana Rikasari, membuat terobosan dalam industri fashion e-commerce untuk lini sepatunya dengan menggunakan media digital dan internet.

Berpengalaman lima tahun sebagai penulis blog Indonesia terkenal bertajuk "Hot Chocolate and Mint" membuat Diana terlibat aktif dalam belajar memahami dan menginspirasi pembacanya. Ini pula yang mengantarkan bisnisnya menjadi salah satu Top 50 Usaha Kecil Menengah Go Online 2012 versi majalah Marketers.

Toko online UP! tidak hanya memberikan pengalaman berbelanja yang cepat dan menyenangkan, tetapi toko juga menyediakan ruang yang bisa dinikmati oleh pengunjungnya, seperti mengunduh wallpapers, ring tone, dan tema handphone gratis, penyediaan konsultasi mengenai ukuran, desain, dan bahkan kepemilikan halaman profil sendiri.

Lebih dari sekadar usaha sepatu, UP! sukses membangun sebuah komunitas. Kepeduliannya pada masyarakat, terutama anak-anak yang membutuhkan pendidikan, dibuktikan melalui program beasiswa Level UP!.

Kedua pemenang pun berkesempatan mendapatkan pendanaan proyek dari Inggris dan/atau Indonesia. Mereka pun berkunjung ke Inggris selama tujuh hari. Di sana, mereka akan bertemu dengan wirausahawan kreatif muda lainnya dari 27 negara; berjejaring dengan pemuka industri di Inggris, berpartisipasi dalam kegiatan masterclass eksklusif, dan kesempatan untuk mempromosikan usaha kreatif mereka dalam festival internasional.

"British Council akan membuka akses seluas-luasnya kepada para pemenang untuk berkolaborasi secara internasional. Diharapkan, ini dapat mempercepat hubungan mereka dengan para pelaku industri, para agen di Inggris, mitra, dan penanam modal bersama YCE," demikian siaran pers tersebut.(mlk)

Sumber : Kompas.com

Inilah 5 Langkah Wajib Kejar Sukses Berbisnis

Anda ingin sukses dalam berbisnis? Ingat, ada lima langkah wajib dalam menggapai kesuksesan bisnis versi konsultan ARRBEY.

Menurut Kepala Konsultan Strategi ARRBEY Handito Joewono di Jakarta, Selasa (17/7/2012), lima langkah wajib tersebut adalah:

1. Ekspansi bisnis. Perusahaan yang ingin menjadi besar diharap tidak takut melakukan ekspansi bisnis.
2. Apabila sukses terus diraih, bikinlah diversifikasi bisnis. Tentu, bisnis di bidang lain harus benar-benar dipelajari agar tidak mendatangkan kerugian.
3. Tata kelola perusahaan atau corporate governance.
4. Pengembangan teknologi dan jangan abaikan manajemen aset.
5. Nah, kalau perusahaan belum gede-gede amat, Handito lebih menekankan istilah SMS alias mendorong selling (penjualan), marketing (pasar) dan service (pelayanan).

Sumber : Kompas.com

Survei, Bisnis Menggiurkan di Balik Pemilukada

Survei politik telah berkembang menjadi bisnis yang memiliki prospek cerah. Uang bernilai ratusan milyar hingga triliun siap dipertaruhkan para kandidat untuk mendapat gambaran opini publik dalam pemilihan umum kepala daerah.

"Hitungan kasar dengan menggunakan indikator angka terendah saja, survei pemilukada memiliki nilai bisnis mencapai Rp 715,5 miliar," papar Agus Herta Sumarto, peneliti PRIDE Indonesia dalam Diskusi Survei Pemilukada DKI, Survei Ilmiah atau Dagang di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (17/7/2012).

Agus menguraikan, angka tersebut diperoleh berdasarkan beberapa indikator sederhana. Berdasarkan jumlah kabupaten/kota dan provinsi maka terdapat 530 kali pemilukada di Indonesia.

Dalam setiap ajang pemilihan biasanya terdapat antara 3 sampai 5 pasangan kandidat. Masing-masing pasangan calon biasanya membayar lembaga survei untuk menggambarkan keunggulan mereka.

Survei tersebut biasanya dilakukan minimal tiga kali dalam setahun dengan biaya per survei antara Rp 150 juta - Rp 250 juta per pasangan calon untuk level kabupaten/kota.

"Potensi ekonomi survei pemilukada kira-kira Rp 150 juta x 3 pasang kandidat x 3 kali survei x 530 kabupten/kota+provinsi = Rp 715,5 milyar," jelas Agus.

Angka-angka tersebut jelas masih bisa bertambah. Pasangan calon yang kaya, misalnya, bisa menggunakan lebih dari satu lembaga survei.

Untuk wilayah "gemuk" dengan pasangan calon yang lebih mapan, lembaga survei bisa saja memasang harga per survei yang lebih tinggi.

Dengan nilai ekonomi dan potensi keuntungan yang menggiurkan itu, tak heran bila lembaga-lembaga survei beradu dalam merebut pesanan para kandidat.

Bahkan, para peneliti pemula yang bermodal pun ikut berburu bagian survei dengan mendirikan lembaga survei baru. "Untuk menarik simpati, keilmiahan survei bisa diperdagangkan, dibisniskan," lanjut Agus.

Caranya bisa melalui manipulasi data dan merekayasa metode. Tujuannya untuk mempengaruhi opini publik dengan gambaran keunggulan calon yang memesan.

Menurut Agus, sebenarnya tidak ada larangan bagi tim pemenangan pasangan calon untuk melakukan menjalin kerjasama dengan lembaga survei.

Permasalahannya terjadi manakala hasil survei terdistorsi oleh kepentingan pemenangan pasangan tertentu.
"Tidak masalah survei bekerja sama dengan tim pemenangan. Tapi jangan direkayasa. Pahit bilang pahit, manis bilang manis," tandas Agus.

Namun, dengan iming-iming keuntungan yang besar, apakah lembaga survei dan tim pemenangan berani menyajikan hasil survei yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya?
Agus menyatakan sudah saatnya pemerintah dan lembaga legislatif menelurkan aturan dan kode etik yang bisa membatasi permainan bebas kongkalikong lembaga survei dan tim pemenangan yang bisa menipu publik.(mlk)

Sumber : Kompas.com

Rabu, 11 Juli 2012

Dulu Tukang Becak, Kini Punya 10 Mobil dan 2 Pabrik

Bertahun-tahun lamanya Sanim menggantungkan nasib pada sebuah becak yang dimilikinya. Kini nasibnya berubah, ia menjadi jutawan dengan dua pabrik, tiga rumah, 10 mobil, dan dua kali haji dari usahanya itu.

Sanim (60) merupakan seorang pengusaha asal Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia menjadi salah satu contoh warga yang berhasil keluar dari garis kemiskinan.

Dua usaha yang ia jalani saat ini ialah pabrik pembuatan garam dan pupuk organik. Namun, nama Sanim lebih dikenal sebagai pengusaha garam ketimbang pengusaha pupuk organik.

"Sekarang saya punya 10 mobil, tiga di antaranya mobil pribadi tipe Daihatsu Taruna, Honda Jazz, dan mobil pertama ketika saya beli tahun 1997, yaitu Daihatsu Espass, bangga sekali saya saat itu. Sisanya mobil angkut produksi, seperti Fuso," ujar bapak empat anak ini, saat ditemui Kompas.com di acara peluncuran buku kewirausahaan Rhenald Kasali di Gedung WTC, Jakarta Kamis (5/7/2012).

Adapun beberapa jenis garam yang diproduksi ialah jenis garam grosok (garam non-yodium masih berbentuk butiran besar dan kasar, biasanya dipakai untuk budidaya dan pengawetan ikan), garam dapur (konsumsi), dan garam industri untuk pabrik tekstil.

Sementara jenis pupuknya, yakni organik tipe KCL (kalium clorida), fungsinya meningkatkan unsur hara kalium di dalam tanah budidaya.

Kemampuan produksi kedua pabriknya, Samin mengaku, dalam setahun mampu memproduksi masing-masing 2.000 ton baik garam maupun pupuk organik.

"Oh kalau barang jadinya, itu mah (harga jual) rahasia perusahaan, Mas. Yang penting perhitungan saya ini ada lebihnya gitu. Saya tidak tahu kiranya berapa, tapi tahun kemarin bersih minimal mencapai Rp 400 juta per tahun," tuturnya sambil tertawa.

Menimba ilmu dari pabrik garam
Sanim menceritakan, pada awalnya ketika masih sebagai tukang becak, ia sering mangkal di persimpangan Jalan Cirebon. Di tempatnya mangkal, berdiri sebuah pabrik garam yang cukup besar.

Sanim pun tertarik untuk melamar kerja di pabrik tersebut, dengan harapan nasibnya bisa lebih baik. Beruntung, Ia diterima bekerja di situ.

"Setelah dua bulan bekerja, saya pun berpikir, daerah kita kan punya potensi garam, loh kenapa saya tidak bisa membuat garam sendiri," ungkapnya.

Akhirnya, Sanim berhenti kerja dari pabrik garam tersebut. Di situlah ia mulai berpikir, usaha garam ternyata mampu mengeruk keuntungan yang lebih besar dari buruh pabrik, apalagi tukang becak.

Baginya, garam bukan hanya sebagai bumbu penyedap makanan, melainkan juga dibutuhkan untuk keperluan industri, pertanian, dan perikanan. Ternyata, tidak sia-sia pernah bekerja di pabrik garam. "Jadi bisa dikatakan cuma menimba ilmu di pabrik tersebut," tuturnya.

Ilmu yang diperolehnya ialah cara membuat garam krosok. Sanim pun menggarap empang peninggalan orang tuanya yang berada di belakang rumahnya untuk mencoba membuat garam.

"Alhamdulillah, lama-lama usaha saya berkembang, sampai yang awalnya usaha di halaman belakang rumah, lalu berkembang dan kita bisa membeli tanah untuk tempat produksi yang lebih luas lagi," ujar Sanim, yang mampu mengantarkan keempat anaknya meraih gelar sarjana ini.

Petani garam umumnya memanfatkan empang atau kolam di dekat pantai. Caranya, dengan mengumpulkan air laut ke dalam empang. Lalu, dengan bantuan sinar matahari, air laut yang terkumpul tersebut akan menguap dan menghasilkan kristal-kristal bersenyawa Natrium clorida (NaCl).

Kristal NaCL itu dikumpulkan oleh petani, lalu dibersihkan berulang kali dari kotoran yang melekat hingga menjadi butiran halus dan kecil, tetapi non-yodium.

Itu dulu, tetapi kini, selain memproduksi sendiri garam krosok, ia juga membelinya dari petani garam di sekitar Cirebon. Dengan kisaran harga beli sekitar Rp 400 per kilogram.

Harga belinya murah disebabkan garam yang diterima masih sangat kotor dan berwarna hitam. Kemudian ia cuci kembali dengan alat seadanya.

Akhirnya, Ia memutuskan untuk membeli alat pencuci khusus garam krosok seharga Rp 20 juta-an. Lebih efisien, dan garam krosok bisa dibersihkan dengan cepat. Ia pun menjual garam itu ke industri, pertanian, dan perikanan.

Namun, Sanim enggan menyebut berapa harga jual garamnya. Di beberapa iklan promosi yang beredar di internet, harga jual garam krosok bersih bisa mencapai Rp 810.

Peralatan produksi garamnya pun masih menggunakan mesin tradisional. Menurutnya, ini warisan budaya setempat. Lagi pula, ia menganggap mesin tradisional lebih tahan lama dan tidak menimbulkan suara bising ketimbang mesin modern berbahan besi.

Mesin tradisional inilah yang digunakan Sanim untuk mengolah garam krosoknya menjadi garam beryodium dan bisa dikonsumsi oleh masyarakat.

"Kalau barang, jualnya habis-habis terus, tak pernah berkurang. Karena pemasaran banyak sekali setelah garam beredar," ungkapnya.

Memanfaatkan KUR
Lambat laun, Sanim pun mulai berpikir untuk mengembangkan usaha lebih besar lagi dari yang ia jalani sekarang. Pada 2010, ia memutuskan untuk menggunakan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan perbankan BUMD Jawa Barat, yakni Bank Jabar Banten (BJB).

Sebelumnya, ia hanya memanfaatkan jasa bilyet giro Bank BJB untuk bertransaksi dengan pembeli luar kota. "Kita pernah mengajukan utang pinjaman ke Bank BCA, tapi waktu itu ditolak. Setelah itu akhirnya kita ke bank BJB. setelah diproses dan melihat prospek perkembangan usaha kita, akhirnya kita dapat dana," katanya bercerita saat kesulitan memperoleh dana usaha.

Untuk menghasilkan 2.000 ton garam, paling tidak Sanim harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 1 miliar. Untuk itu, ia sangat membutuhkan suntikan dana bank untuk memperlancar arus produksinya.

Ia mengaku tidak pernah mengalami kredit macet selama meminjam ke bank. "Ke depannya nanti saya akan meminjam kembali ke Bank BJB sebesar Rp 500 juta. Kepenginnya saya balikin sekitar 1 tahun," katanya.

Sementara itu, ditemui Kompas.com di tempat yang sama, Dirut Bank BJB Bien Subiantoro mengatakan, bank yang dipimpinnya itu memberikan akses kemudahan bagi para pengusaha mikro melalui jalur KUR.

Salah satu langkah BJB ialah meluncurkan suatu program bernama "Warung BJB". Warung tersebut semacam bank keliling khusus untuk menyalurkan pembiayaan usaha mikro.

Kini, 430 Warung BJB tersebar di pasar-pasar tradional di beberapa wilayah Jawa Barat dan Banten.
"Khusus kredit (KUR) kita masih fokus di Jawa Barat dan Banten. Ini karena untuk menyalurkan kredit, kita harus tahu dulu customer-nya," tutur Bien.

Dirinya mengklaim, pengusaha mikro tidak perlu lagi berpikir ribetnya proses birokrasi pengajuan dana KUR.
Biasanya, lanjut Bien, pengusaha mikro yang datang ke BJB untuk mengajukan KUR didiskusikan terlebih dahulu, bank pun bisa langsung mencairkan dananya. Asalkan pengusaha punya tempat usaha tetap.

"Kita memberi dana mulai paling kecil yakni Rp 2 juta hingga yang paling besar sampai Rp 50 juta. Begitu tumbuh, lalu kita naikkan kembali levelnya sampai RP 100 juta. Lalu begitu tumbuh lagi, kita naikkan kembali level pinjamannya. NPL-nya (kredit bermasalah) pun kecil, hanya empat persen (maksimal lima persen) untuk mikro," kata Bien, yang pernah menjabat Direktur Treasury dan Internasional Bank BNI ini.

Rhenald Kasali tentang Sanim
Guru Besar FEUI sekaligus penggiat Rumah Perubahan kewirausahaan Rhenald Kasali mengatakan, banyak sekali orang yang menjadi tukang becak selama 20 tahun dan bahkan hingga akhir hayatnya.

"Tapi Pak Sanim berubah, justru Pak Sanim melihat dirinya ada potensi. Dan sekarang Pak Salim menjadi pengusaha besar di bidang garam. Ketika sebagian besar orang justru ingin impor garam. Pak Sanim berkutat untuk menyelamatkan garam Indonesia. Jadi ini salah satu contoh," ungkapnya pada sambutannya di peluncuran buku terbarunya tentang kewirausahaan.

Rhenald menyebut Sanim dan pengusaha mikro sejenis adalah para "pengusaha cracking". Para pengusaha yang awalnya bukan dari kalangan keluarga pengusaha, tetapi mereka nekat keluar dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada umumnya. (mlk)

Editor : Benny N Joewono
Sumber  : Kompas.com

Sabtu, 07 Juli 2012

Ini Tips Menghindari Investasi Berjangka "Abal-abal"

Saat ini banyak modus penipuan yang dilakukan dengan baik oleh perusahaan pialang yang berkedok investasi berjangka. Mereka menjaring nasabah dengan cara mengundang melalui e-mail, situs, iklan di koran, atau menggunakan marketing hingga event organizer yang cukup dikenal. Acaranya pun berlangsung di suatu hotel, ruangan kantor yang berkapasitas 25-100 orang.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Kepala Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu (4/7/2012).

Ia menjelaskan, mula-mula undangan tersebut menawarkan investasi properti, multi-level marketing (MLM), investasi emas, dan lain-lain. Setelah berbagai penawaran produk investasi disampaikan, lalu mereka menawarkan investasi berjangka.

Syahrul menyebutkan, dalam investasi berjangka normal, setiap perusahaan pialang akan mengundang dan mempromosikan iklan semua produk komoditas berjangka, baik itu multilateral (kakao, olein, CPO, emas, timah) maupun produk derivatif (valas berjangka, indeks). Semua prosedur tersebut juga harus sepengetahuan dan seizin Bappebti, seperti brosurnya, lalu kalimat yang tertera di iklan dan juga materi promosinya.

"Itu semua harus disampaikan dahulu ke KPU Bappebti untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan, seperti lokasi undangan, waktunya, kapasitas yang hadir, lalu siapa yang memberikan materi investasi, apakah yang bersangkutan ahli dalam produk multilateral atau produk derivatif dari dalam dan luar negeri," tuturnya.

Berikut tujuh tips yang dipaparkannya guna menghindari penipuan berkedok investasi berjangka:

1. Pelajari latar belakang perusahaan yang menawarkan investasi.
2. Pelajari tata cara transaksi dan penyelesaian perselisihan.
3. Pelajari kontrak berjangka komoditas yang diperdagangkan.
4. Pelajari wakil pialang, apakah mendapatkan izin dari Bappebti.
5. Pelajari dokumen perjanjian investasi tersebut.
6. Pelajari risikonya.
7. Jangan mudah percaya dengan janji-janji keuntungan dan bunga yang ditawarkan perusahaan pialang.

"Yang terpenting ialah pengaduan dari masyarakat pada Bappebti mengenai kebenaran penawaran yang dilakukan perusahaan pialang melalui iklan di media cetak maupun internet," imbuhnya.

Kamis, 05 Juli 2012

Endorse Artis, Online Shop Panen Konsumen

Di era serba berjaring sosial ini, makin beragam saja cara online shop berjualan. Di awal kemunculan Facebook, mereka mengunggah foto dan menandai akun calon pembeli. Twitter hadir, online-shop tak mau ketinggalan. Tak hanya membuat akun, mereka bahkan menjalin kerja sama tak tertulis dengan selebriti ibukota atau menggunakan endorsement.

Tugas selebriti makin padat dengan merebaknya endorsement. Tengok saja lini masa Tyas Mirasih, Lyra Virna, atau Andhara Early. Akun twitter ketiga seleb ini sahut-menyahut dengan akun twitter online shop berbagai daerah.

Teknisnya, para online shop mengirim foto produk di twitter. Tak lupa mereka menawarkan endorsement pada sang selebriti. Apabila seleb tersebut merespon, online shop akan minta alamat mereka melalui Direct Message (DM). Barang pun langsung diterbangkan ke alamat artis. Begitu barang tiba, sang artis yang umumnya kalangan wanita akan berfoto dengan produk tersebut. Foto itu mereka pamerkan di twitter seraya memberikan testimoni . Uniknya, tidak ada perjanjian tertulis dalam kerja sama ini.

“Sebetulnya tidak ada syarat tertentu. Yang penting saat ditawari online shop dia bilang ‘mau’, lalu pilih item yang dikehendaki,” ungkap Hadi M. Tono, admin @EndorseArtis yang juga mengamati tren endorsement.
“Paket diterima artis, ambil foto sambil gaya, masukin twitternya, di situlah barternya. Barang gratis ditukar dengan promosi di timelinenya artis,” lanjut Hadi.

Tak ada transaksi berupa uang dalam endorsement. Namun, untung yang diraup para online shop sangat besar. Salah satu online-shop yang endorse artis adalah @RagazzaHijab. Online shop khusus fashion muslimah ini belum lama mengirimkan baju untuk Lyra Virna.

“Alhamdulillah tanggapannya positif. Banyak yang tanya, ‘baju yang dipakai Lyra masih Mbak?’,” tutur Reyna dari @RagazzaHijab. Beda Reyna, beda pula Devrina. Melalui @depatoshop_jkt, Devrina telah mengendorse empat artis dalam beberapa bulan terakhir.

“Aku pernah endorse Tyas Mirasih, Sharena, Ayu Hastari, sama Lyra Virna,” Devrina menjelaskan. Dalam satu bulan, sekitar 5 pakaian dikirimnya kepada artis-artis tersebut secara cuma-cuma. Dari kerja sama ini ia mengaku produknya terjual lebih cepat dengan jumlah yang lebih banyak.

Tidak diketahui pasti, dari mana mulanya strategi marketing ini merebak. “Ide tentang endorsement sendiri dari online-shop, namun entah online-shop yang mana,” kata Hadi yang masih penasaran juga. (EVA)(mlk)

Sumber: swa.co.id

Rabu, 04 Juli 2012

Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Buku “Chairul Tanjung Si Anak Singkong” diluncurkan bertepatan usia Chairul Tanjung (CT) setengah abad. CT, demikian nama panggilannya, adalah pengusaha Indonesia yang sukses dalam wirausahanya dan memperluas usahanya.

Buku setebal 360 halaman yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas (PBK) ini disusun oleh wartawan Kompas Tjahja Gunawan Adiredja. Buku ini diberi kata pengantar oleh Jakob Oetama, Pendiri dan Pemimpin Umum Harian Kompas.

Dalam pengantar buku itu, Jakob Oetama menulis bahwa ia kagum dan mengapresiasi anak muda yang sukses, yang kesuksesannya dirintis, dikembangkan, dan diperoleh berkat kerja keras, bekerja tuntas, punya komitmen, dan sedikit banyak digerakkan ambisi. Menurut Jakob, CT telah membuktikan bahwa entrepreneurship itu bisa dilahirkan, bukan diturunkan.

Biografi Chairul Tanjung diawali dengan kisah bagaimana di tengah keterbatasan kondisi ekonomi keluarga, CT mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kedua orangtua sangat tegas dalam mendidik anak-anaknya, termasuk CT. Orangtuanya mempunyai prinsip, “Agar bisa keluar dari jerat kemiskinan, pendidikan merupakan langkah yang harus ditempuh dengan segala daya dan upaya.” Apa pun akan mereka upayakan agar anak-anak mereka dapat melanjutkan pendidikan tinggi sebagai bekal utama kehidupan masa depan.

Sang ibunda, Halimah, mengatakan bahwa uang kuliah CT pertama yang diberikan kepadanya, diperoleh ibunda dari menggadaikan kain halus miliknya.

Bab-bab berikutnya masih menceritakan kehidupan masa muda CT, saat-saat menjadi mahasiswa sampai kisah awalnya menjadi wirausaha. Tahun 1987, CT menjadi kontraktor pembangunan pabrik sumpit di Citeureup, Bogor, seluas 800 meter persegi. Tapi yang jadi malah pabrik sandal.

Buku ini juga mengisahkan kehidupan rumah tangga dan keluarga CT, ketia CT bertemu dengan perempuan Jawa, Anita Ratnasari, yang tegas dan tegar.

Dalam buku ini, CT mengungkapkan bahwa, “bagi saya, ibu adalah segalanya.” CT percaya bahwa surga ada di telapak kaki ibu. “Bila kita benar-benar berbakti kepada ibu sepenuh hati dan ikhlas, maka surga akan kita gapai di dunia. Itu yang saya alami sendiri,” demikian CT berpendapat.

CT juga menyampaikan pandangan-pandangannya tentang persoalan ekonomi dan menceritakan aktivitasnya sebagai pengusaha.

CT mengembangkan Para Group, kemudian mengganti nama perusahaannya menjadi CT Corp. Secara umum CT Corp terdiri atas tiga perusahaan subholding yaitu Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources.

Mega Corp adalah perusahaan induk untuk jasa keuangan yang melayani masyarakat di sektor perbankan, asuransi, pembiayaan, dan pasar modal.

Trans Corp adalah perusahaan induk yang bergerak di bisnis media, gaya hidup, dan hiburan. Dalam perusahaan ini, terdapat dua stasiun TV, yaitu Trans TV dan Trans 7, portal berita Detik, dan perusahaan ritel Careefour. Selain itu juga ada perusahaan yang bergerak di bidang makan an dan minuman, hotel, biro perjalanan, dan sejumlah department store yang menyediakan kebutuhan fashion merek terkenal dan high-end.

Sedangkan CT Global Resources adalah perusahaan induk yang fokus pada bisnis perkebunan.

Buku ini menarik dibaca dan bermanfaat bagi siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana seorang CT berhasil menjadi pengusaha sukses dengan hasil kerja kerasnya dan hasil keringatnya sendiri, dan bukan warisan keluarga konglomerat.(mlk)

Sumber: Kompas.com

Dengan Bubur Kertas Cetak Omzet Puluhan Juta Rupiah

Sumarsono tak putus asa ketika perusahaan tempat bekerjanya kolaps dan bubar karena krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Ia pun memutar otak mencari akal usaha apa yang harus dikerjakannya. Dengan berbekal keahliannya di bidang grafis, ia akhirnya membuat panel seni bubur kertas. Saat ini Sumarsono bisa meraup puluhan juta setiap bulannya.

"Tahun 1989, pertama kali masuk Jakarta, saya kerja di advertising outdoor. Saya di production dan grafis, ya ada basic pemahaman terhadap gambar. Tahun 1998 kolaps, bubaran semua. Ada dua tahun menganggur," sebut Sumarsono, pemilik LaxsVin Art, kepada Kompas.com dalam sebuah pameran, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia memulai mengerjakan panel seni bubur kertas pada tahun 2000. Tepat dua tahun sejak dia tidak lagi mempunyai pekerjaan. Beda dengan lukisan pada umumnya yang menggunakan kanvas dan cat, Sumarsono justru memakai panel kayu sebagai pengganti kanvas dan bubur kertas.

Bahan bekas memang menjadi pilihan sebagai bahan baku bagi karya seninya. Waktu itu, ia mengaku belum mengenal adanya kampanye peduli lingkungan atau go green. Ada beberapa bahan bekas, seperti sisa gergajian, pelepah pisang, hingga bubur kertas, yang menjadi pilihannya. Tapi bubur kertas yang Sumarsono pilih. Ia mengaku ada karakter khas yang didapatkannya dari material itu. "Dia natural," sambungnya.

Tapi, membuat karya seni dari bubur kertas ternyata tak mudah. Awalnya, ia membuat panel seni dari bubur kertas yang bentuknya dua dimensi. Desainnya pun dinamis dengan berbagai warna. Ada enam tahun Sumarsono melakukan eksperimen terhadap karya seninya. Tahun 2006, lukisannya bisa dibilang berhasil dibuat sesuai harapan. Tidak ada literatur yang menjadi panduannya. "Kita semua meraba karena kita mengembangkan suatu produk yang orang lain belum lakukan," kata dia.

Lantas, ia pun memberanikan diri menjajakan produk panel seni bubur kertasnya ke pasar kaget. Ia membuat 15 buah lukisan dengan ukuran 80x120 sentimeter. Sumarsono pun kaget karena sisa jualannya hanya lima lukisan. Saat itulah kepercayaan dirinya terbangun.

Tahun 2007, ia pun mulai diajak oleh Pemerintah Daerah tempat dia tinggal, di Bogor, Jawa Barat, untuk ikut pameran. Sejumlah pameran diikutinya. Melalui pameran, ia berinteraksi dengan pembeli yang akhirnya menghasilkan masukan bagi produknya. Dikatakannya, pembeli mengeluh harga produk yang mahal dan berukuran besar sehingga sulit dibawa perjalanan jauh. Harga lukisan memang sempat dibanderolnya Rp 1,5 juta.

Seorang pembeli asing pun mengeluhkan besarnya lukisan sehingga sulit dikemas untuk dibawa pulang ke negaranya. Dari pengalaman itu, Sumarsono berusaha mencari ukuran yang pas agar lukisannya bisa dibawa dengan mudah. Ini dilakukannya mulai tahun 2010. "Delapan buah lukisan seberat 5 kilogram. Jadi nggak berat. Kan jatah bagasi 20 kilogram di pesawat," sebutnya.

Dalam berproduksi, Sumarsono tak membuatnya semua bagian panel bubur kertas sendirian. Bahan panel dari dia, tapi pengerjaannya dilakukan oleh orang lain. Dan, tenaga kerja tetapnya hanya tiga orang. Untuk kertasnya, ia mencari kertas koran dari pengepul harian. Satu bulan, usaha panel bubur kertasnya bisa menggunakan 300-400 kilogram koran bekas. Harga belinya pun sengaja ia lebihkan. "Dari rumahan saya patok harga Rp 2.000 per 1 kilogram, walaupun Rp 1.000 mereka sudah untung," ungkap dia.

Karena biaya produksinya terbilang rendah, ia pun bisa menekan harga jual. Untuk lukisan berukuran 45X45 sentimeter, ia membanderol seharga Rp 75.000-Rp 100.000. Produksi pun bisa ribuan panel dalam satu bulan.

Ukuran yang pas diklaimnya sebagai salah satu alasan larisnya panel. Apalagi produk panelnya memang dibuat berseri atau satu rangkaian. Jadi satu pembeli biasanya tidak hanya membeli satu buah panel. "Kita kasih harga Rp 75.000 kalau beli enam buah," ucapnya. Sumarsono pun mengaku belum pernah mengambil modal dari bank selama ini.

Bila ada permintaan, maka uang muka sebesar 30 persen sudah menutupi biaya produksi sebuah pemesanan. Penjualan pun tidak hanya dalam negeri. Ekspor dilakukan Sumarsono. Tapi tidak secara langsung. Ia mengandalkan buyer dan eksportir. "Setiap pameran suka dapat buyer. Entah dari Brasil, Malaysia," tutur dia.
Dengan penjualan yang begitu gencar, omzet besar pun dihasilkan dari panel seni bubur kertasnya. Omzet terus meningkat. Dulu, kata dia, paling hanya Rp 20 juta per bulan sekarang bisa mencapai Rp 30 juta per bulan. "Dari situ nggak usah minjam. Ambil 20 persen untuk produksi," ujar dia.

Ke depan, ia menjanjikan, produk panelnya tidak akan sama. Akan ada yang berubah dalam jangka waktu tertentu. Lalu, ia akan mengenalkannya melalui pameran.
Untuk sekarang ini, pada produk panelnya, warna era-80an ia hidupkan kembali dengan dominasi oranye. Sekalipun produk panel bisa berubah motif dan ukuran, tetapi fokus pasar tetap rumah yang modelnya minimalis. Lalu, ia berusaha menggunakan warna dasar hitam. Ini dilakukannya agar produk lukisan bubur kertasnya masuk ke semua warna cat rumah.

Ia pun tidak hanya menjual produk. Tapi, dia menularkan usahanya yang ramah lingkungan melalui pelatihan. Dia sering diajak untuk menjadi pembicara dalam pelatihan. Sumarsono juga berprofesi sebagai trainer recycle paper. "Pelatihan sudah pernah saya kerjakan di NTB, Serang, Jakarta," ungkapnya.

Dari pelatihan itu, ia pun bisa mendapatkan penghasilan. Itu karena pelatihan memungut biaya. Biaya yang ditarik per orang dalam suatu pelatihan bisa mencapai Rp 2,5 juta. Semakin sedikit orang yang mengikuti dalam satu kelas, biaya pelatihan pun bisa semakin mahal. "Di situ hitung-hitungan bisnisnya ada, kenapa saya nggak ambil," sambung Sumarsono.

Ia pun tak masalah bila ada yang mengikuti produk lukisannya. Pasalnya, Sumarsono berkilah ia sudah mempunyai jam terbang yang tinggi. Lagi pula, kata dia, gaya lukisan setiap orang berbeda. "Mereka akan mengangkat budaya mereka, gambar-gambar mereka," pungkas dia.(mlk)

Sumber: Kompas.com

Fitriyanto, Kuli Bangunan yang Kini Bos Produk Salon Mobil

Fitriyanto hanya lulusan SMA. Tapi, berkat tekad yang diiringi dengan usaha keras, ia sukses menjadi produsen perawatan mobil merek Autofit. Pemilik PT Vitechindo Perkasa ini mampu membikin produk yang bisa bersaing dengan merek terkenal.

Hidup ini bagi Fitriyanto benar-benar sebuah perjuangan. Ia lahir dari keluarga sederhana, kalau tidak disebut miskin. Ayahnya hanya seorang tukang kayu. Tapi, dengan tekad yang bulat dan usaha yang kuat, Fitriyanto mampu menjadi seorang pengusaha produk perawatan mobil yang terbilang sukses.

PT Vitechindo Perkasa, perusahaan milik Fitriyanto, berhasil memasok produknya ke bengkel resmi milik agen tunggal pemegang merek (ATPM) besar, seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, Honda, Nissan, Hyundai, Suzuki, Kia, dan Mazda. Bisnis ini menghasilkan omzet Rp 8 miliar per tahun.

Label merek produk buatan Fitriyanto adalah Autofit. Saat ini, ada 20 produk merek Autofit yang sudah diproduksi, antara lain produk sampo, semir ban, pelumas, pembersih evaporator, injection purge, cairan pembersih bahan bakar, pembersih blok mesin, pembersih karburator, dan pembersih ruang bakar mesin kendaraan.

Uniknya, untuk meracik Autofit, Fitriyanto sama sekali tidak memperdalam ilmu kimia secara formal. “Semua saya pelajari secara autodidak,” kata pria kelahiran Purbalingga, 10 November 1972 ini.

Ayahnya yang seorang tukang kayu tentu tak mampu menyekolahkannya tinggi-tinggi. Maka, ketika lulus SMA, pada tahun 1992, Fitriyanto langsung hijrah ke Jakarta. Anak bungsu dari lima bersaudara ini menjadi kuli bangunan.

Enam bulan menjadi kuli bangunan, Fitriyanto pindah menjadi tukang bantu-bantu di rumah Rachmat Gobel, kini Presiden Komisaris PT Panasonic Manufacturing Indonesia. Di rumah itulah ia ketemu dengan salah satu manajer Panasonic. “Saya ditawari kerja,” ujarnya. Ia lalu menjadi pegawai di Panasonic, divisi komponen, yang memproduksi semua speaker.

Di waktu senggang, Fitriyanto selalu meluangkan waktu untuk membaca buku kisah orang sukses. “Saya menghimpun tekad untuk menjadi orang sukses. Dari buku yang saya baca, orang sukses kebanyakan mengawali karier sebagai tenaga pemasaran (marketing),” kata suami Lihardiana ini.

Fitriyanto lantas hengkang dari Panasonic dan pada tahun 1995, ia menjadi tenaga pemasar di produsen minuman. “Saya mendapat upah Rp 75.000 per bulan, jauh lebih kecil ketimbang jadi kuli bangunan. Ketika jadi kuli, upah saya Rp 60.000 per minggu,” kata Fitriyanto yang akhirnya keluar setelah tiga bulan bekerja.

Lantaran bertekad jadi tenaga pemasar, Fitriyanto kembali masuk ke perusahaan cokelat selama setahun, sebelum akhirnya pindah ke PT Prima Karya Gandareksa, perusahaan kimia. Ia tetap jadi tenaga pemasar, tetapi dengan gaji Rp 5 juta per bulan. “Saya banyak belajar tentang produk perawatan mobil di sini,” katanya. Lantaran kinerjanya bagus, perusahaan menugaskannya ke Bali. Tapi, ia memilih mundur lantaran tak ingin jauh dari keluarga. Selama setahun, ia beberapa kali pindah kerja di perusahaan kimia.

Fitriyanto akhirnya masuk ke perusahaan produk perawatan mobil dari Jerman. “Di perusahaan ini, saya suka memperhatikan para peracik produk. Saya pelajari, bahan apa saja yang diramu menjadi produk perawatan,” katanya.
Setiap Sabtu dan Minggu, dia pergi ke toko kimia untuk mempelajari bahan-bahan kimia yang bisa diramu menjadi produk perawatan mobil. Dia bertahan selama lima tahun di perusahaan itu sebelum akhirnya mengundurkan diri dengan posisi gaji terakhir Rp 24 juta per bulan.
Pinjam uang ke bank
Pengalaman di perusahaan pembuatan produk perawatan mobil membuat Fitriyanto percaya diri untuk memulai usaha sendiri. “Sebagai tenaga pemasar, saya sudah memegang banyak pelanggan. Saya juga sudah bisa membuat produk sendiri,” katanya.

Dengan memanfaatkan bengkel sepeda motor di Cikeas, Bogor, yang didirikan saat masih bekerja, pada 2007, Fitriyanto memulai usaha produk perawatan mobil. “Saat itu, cuma ada satu montir dan tempatnya sangat sederhana,” kenangnya. Di bengkel itu, dia meracik bahan setelah memenangi tender pengadaan produk perawatan mobil dari salah satu bengkel mobil besar.

Lantaran tak punya modal, Fitriyanto mencari pinjaman bank sebesar Rp 25 juta. “Karena tidak ada agunan, modalnya hanya kepercayaan. Bank itu menjadi pelanggan di bengkel kami,” katanya.
Dari modal Rp 25 juta, ia bisa menghasilkan omzet Rp 80 juta. Tiga tahun berjalan, usahanya semakin besar. Dengan pinjaman bank yang lebih besar, dia membuka pabrik di daerah Cipayung, Jakarta Timur, dan mendirikan PT Vitechindo Perkasa.

Saat ini, Fitriyanto memiliki 35 karyawan dan sejak awal bulan Juni 2012, dia membuka lembaga kursus bahasa Inggris dan komputer. “Saya sendiri tak bisa mengoperasikan komputer,” katanya sambil tertawa. Ia juga membuka sekolah taman kanak-kanak sembari menjalankan usaha bengkelnya. (Fransiska Firlana/Kontan)(mlk)

Sumber: Kompas.com

Menjajal Hoki Bisnis di 11 Merek Kuliner

 Hokky Group menawarkan kemitraan bisnis kuliner. Ada 11 merek makan an dan minuman yang ditawarkan. Paket investasinya mulai Rp 18 juta-Rp 95 juta. Omzet ditargetkan Rp 700.000-Rp 1,5 juta per hari.

Bisnis kuliner terus berkembang. Dari waktu ke waktu ada saja pemain baru di bisnis ini. Aneka makan an seperti piza, steik, bento, pasta, burger, martabak, dan donat adalah beberapa jenis makan an yang paling banyak dijajakan para pengusaha kuliner.

Nah, di Bandung, Jawa Barat, ada seorang pemain yang langsung menggabungkan beberapa jenis makan an tersebut dalam satu bendera usaha. Dia adalah Hokky Carnegie, yang mengelola bisnis kuliner di bawah bendera usaha bernama Hokky Group.

Selain beberapa menu tadi, ia juga menawarkan menu lain, seperti chicken dan sup. Di minuman, ia menawarkan kopi, jus dan es krim.

Masing-masing menu tersebut dikemasnya dalam brand yang terpisah-pisah. Di antaranya Hokky Pizza, Hokky Steak, Hokky Bento, Hokky Pasta, Hokky Burger, Hokky Martabak, Hokky Chicken, Hokky Donat, dan Hokky Zuppa Soup. Untuk minuman ada Hokky Coffee dan Hokky Juice & Ice Cream.

Jadi, total ada 11 merek makan an dan minuman. Harga makan an dan minuman di tiap brand rata-rata berkisar Rp 6.000-Rp 8.000 per porsi.

Memulai bisnis sejak 2011, pada Maret 2012, Hokky, menawarkan kemitraan dengan konsep booth dan resto. Untuk tipe booth, ia mematok biaya investasi sebesar Rp 18 juta. Investasi itu sudah meliputi peralatan lengkap, pelatihan, dan bahan baku awal. Mitra yang mengambil paket ini hanya boleh memilih satu brand usaha.

Omzet mitra diperkirakan Rp 400.000-Rp 700.000 per hari. Dengan laba 15 persen, mitra bisa balik modal dalam waktu empat bulan. "Kami tak ada franchise fee," katanya.

Khusus untuk paket resto, mitra bisa memilih dua brand yang diinginkan dan dianggap cocok dengan karakteristik lokasi yang dipilih oleh mitra. Bila nantinya kurang menguntungkan, mitra bisa saja mengubah pilihan brand-nya. "Jadi lebih fleksibel," ucap Hokky.

Paket resto ini dibanderol Rp 95 juta yang mencakup peralatan lengkap, pelatihan, bahan baku awal, meja kursi serta dekorasi tempat.

Untuk paket ini, omzet mitra ditargetkan mencapai Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per hari. Dengan laba sebesar 15 persen dari omzet, mitra yang mengambil paket resto bisa balik modal dalam setahun.

Saat ini, Hokky Group telah memiliki enam mitra yang semuanya mengambil paket booth. Para mitra ini tersebar di Palembang, Surabaya, Denpasar, dan Balikpapan.

Dari enam mitra itu, ia baru berhasil menjual empat brand, yakni Hokky Pizza, Hokky Coffee, Hokky Bento, dan Hokky Pasta. "Tapi beberapa brand sudah ada peminatnya," ujarnya.

Erwin Halim, konsultan dan pengamat waralaba dari Proverb Consulting, menilai, konsep kemitraan Hokky Group yang menawarkan banyak brand justru akan membingungkan calon mitra usaha. Soalnya, dengan banyak brand, Hokky Group tidak memiliki fokus.

Padahal, brand-brand itu semuanya sudah banyak di pasaran. "Tawaran kemitraan tanpa brand tak punya kekuatan," jelas Erwin.

Ia menyarankan, Hokky Group fokus membangun produk unggulannya dulu. Setelah memiliki produk unggulan, barulah Hokky Group dapat meluaskan usahanya. (Fahriyadi, Noverius Laol/Kontan)(mlk)

Sumber : Kompas.com
 

KULIAH TAMU MAGISTER MANAJEMEN : PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UMKM

Program Studi Magister Manajeman Universitas Mercu Buana mengadakan kuliah tamu dengan tema “Peluang dan Tantangan Penerapan Kewirausahaan dalam Pengembangan Koperasi dan UMKM“, dilaksanakan di Kampus UMB Menteng Jakarta Pusat, 20/5/12.

Acara Kuliah tamu tersebut dihadiri oleh narasumber Ahmad Zabadi, SH, MM, sekaligus salah satu alumni Magister Manajemen tahun 2004 dan sebagai moderator Dr. Rina Astini (Kaprodi MM ). Dalam kesempatan ini Dr. Rina Astini menjelaskan kuliah tamu ini diadakan untuk menjadi motivasi bagi mahasiswa yang berminat untuk berwirausaha. Berbagai lulusan sarjana masih banyak yang menganggur dan masih banyak pula yang melamar untuk mencari pekerjaan.

Pembahasan materi lebih mengulas tentang ciri dan watak kewirausahaan yang harus dimiliki yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil yang dicapai, pengambilan resiko, kepemimpinan yang kuat, kemampuan mempengaruhi, dan inovatif serta kreatif.

Masa 20 tahun kedepan, kita memiliki era emas Indonesia yang berbasis IPTEK. Seorang calon wirausaha pun harus mengetahui analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan) yang merupakan upaya dalam menganalisis peluang yang ada. Kematangan yang dimiliki oleh seorang wirausaha yang baik, tidak akan menyerah dalam perjuangan, jika mereka mengalami kegagalan yang pertama. Jadikan kegagalan menjadi keberhasilan yang tertunda. (Biro Sekretariat Universitas & Humas / humas@mercubuana.ac.id) (mlk)