Rabu, 12 Desember 2012

Mengasah Naluri Bisnis

Ketika pulang dari  kuliah di Amerika Serikat, Erwin Aksa menggenggam optimisme tinggi. Ia sudah belajar banyak dari para usahawan Amerika dan terutama di ruang kuliah. Tiba di Tanah Air, ia melontarkan banyak ide kepada ayahnya, usahawan Aksa Mahmud. Aksa mendengarkan sambil tersenyum. Lalu berkata perlahan, ”Semua idemu baik, tetapi selama berapa tahun ini ikut saya saja lebih dulu.”

Erwin taat pada anjuran ayahnya. Bertahun-tahun ia mengikuti ayahnya. Ia mempelajari  bagaimana ayahnya mengambil keputusan berinvestasi atau menjual perusahaan yang sudah matang. Ia belajar dari cara ayahnya berunding dengan sesama pebisnis atau mengambil putusan penting pada saat-saat krusial.

Dari hasil pembelajaran selama belasan tahun itu tercipta dalam benak Erwin bagaimana mengawinkan teori di bangku kuliah, praktik di lapangan, dan intuisi bisnis. Ia ingat betul ketika ayahnya menugaskan dirinya menjual semen Bosowa, yang memproduksi 2,5 juta ton, belasan tahun silam. Ia datang sendiri ke beberapa toko bangunan di Makassar. Namun, jawaban para pengusaha sangat mengejutkannya, ”Oh, semen apa ini? Wah, saya tak kenal, jangan dulu, deh.”

Erwin tidak patah arang. Ia datang dan datang lagi ke lebih banyak toko bangunan. Bukan hanya di Makassar, ia  juga ke kota-kota lain di beberapa provinsi. Jawaban yang ia peroleh tidak banyak berbeda. Akhirnya anak muda ini mengubah strategi. Ia menggunakan tenaga profesional untuk seolah mencari semen Bosowa di pasar. Bahkan, mereka memesan semen itu dalam jumlah signifikan. Akhirnya setelah sekian bulan, strategi ini berhasil menanam pemahaman di benak para penjual semen bahwa semen Bosowa diminati orang.

Pelan tetapi pasti, semen ini merebut pangsa pasar. Kini, Bosowa ekspansi besar-besaran sehingga pada tahun 2014 nanti mampu memproduksi semen hingga 12 juta ton. Per hari ini, produksi semen Bosowa mencapai 3,5 juta ton. Bersamaan dengan berkembangnya bisnis Bosowa, ia dipercaya  menjadi CEO  Grup Bosowa.

Darah muda, spirit muda, dan upaya mengawinkan pendidikan di bangku kuliah dengan intuisi bisnis membuat Erwin bergerak cepat. Aspek darah muda dan penggabungan teori, praktik, dan intuisi bisnis ini juga dialami para CEO muda di Indonesia, misalnya Luki Wanandi, Viktor Hartono, dan Budiarsa Sastrawinata.

Luki Wanandi, misalnya, berani melakukan ekspansi ke beberapa jenis usaha, di antaranya di industri komponen otomotif dan jasa. ”Sebelum jadi CEO Grup Gemala dan Santini, saya dibesarkan di lapangan. Jangan pernah berpikir ayah kami langsung memberi jabatan. Kami diplonco dulu di lapangan,” ujar Luki Wanandi.(mlk)
 
Editor :
Rusdi Amral

0 komentar:

Posting Komentar