Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2012

Program Wirausaha Muda Mandiri 2012 sudah sampai pada tahapan penjurian wilayah yang dilaksanakan secara bertahap. Berikut adalah hasil Penjurian Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri di wilayah : ;.

Belajar Otodidak, Muzakki Raih Omzet Ratusan Juta

Muhammad Muzakki sukses menggeluti usaha pembuatan booth sejak 2008. Pria asal Jakarta ini mengerjakan pesanan booth mulai tahap desain hingga pesanan selesai dan siap pakai.

Mengasah Naluri Bisnis

Ketika pulang dari kuliah di Amerika Serikat, Erwin Aksa menggenggam optimisme tinggi. Ia sudah belajar banyak dari para usahawan Amerika dan terutama di ruang kuliah.

Empat Tips Kelola Bisnis Pemula ala Ciputra

Pengusaha kawakan Ciputra memberikan tips mengelola bisnis, khususnya untuk pebisnis pemula. Seperti apa?

Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Buku “Chairul Tanjung Si Anak Singkong” diluncurkan bertepatan usia Chairul Tanjung (CT) setengah abad. CT, demikian nama panggilannya, adalah pengusaha Indonesia yang sukses dalam wirausahanya dan memperluas usahanya.

Selasa, 28 Agustus 2012

Dulu Tukang Sapu, Kini Tri Pengusaha Sukses

Pernah menjadi kuli dan tukang sapu, Tri Sumono kini pengusaha sukses dengan omzet ratusan juta. Ia mengawali langkahnya di dunia usaha dengan menjadi pedagang aksesori kaki lima. Ulet dan tekun membuat usahanya terus berkembang.

Pepatah lama yang menyatakan "hidup seperti roda berputar" tampaknya berlaku bagi Tri Sumono. Berawal dari menjadi kuli bangunan hingga tukang sapu, kini Tri sukses menjadi pengusaha beromzet ratusan juta rupiah per bulan.

Lewat perusahaan CV 3 Jaya, Tri Sumono mengelola banyak cabang usaha, antara lain, produksi kopi jahe sachet merek Hootri, toko sembako, peternakan burung, serta pertanian padi dan jahe. Bisnis lainnya, penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina. "Saya juga aktif jual beli properti," katanya.

Dari berbagai lini usahanya itu, ia bisa meraup omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Pria kelahiran Gunung Kidul, 7 Mei 1973, ini mengaku tak pernah berpikir hidupnya bakal enak seperti sekarang.

Terlebih ketika ia mengenang masa-masa awal kedatangannya ke Jakarta. Mulai merantau ke Jakarta pada 1993, pria yang hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA) ini sama sekali tidak memiliki keahlian.
Ia nekat mengadu nasib ke Ibu Kota dengan hanya membawa tas berisi kaus dan ijazah SMA. Untuk bertahan hidup di Jakarta, ia pun tidak memilih-milih pekerjaan.

Bahkan, pertama bekerja di Jakarta, Tri menjadi buruh bangunan di Ciledug, Jakarta Selatan. Namun, pekerjaan kasar itu tak lama dijalaninya. Tak lama menjadi kuli bangunan, Tri mendapat tawaran menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia di Palmerah, Jakarta Barat.

Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung diambilnya. "Pekerjaan sebagai tukang sapu lebih mudah ketimbang jadi buruh bangunan," jelasnya.

Lantaran kinerjanya memuaskan, kariernya pun naik dari tukang sapu menjadi office boy. Dari situ, kariernya kembali menanjak menjadi tenaga pemasar dan juga penanggung jawab gudang.

Pada tahun 1995, ia mencoba mencari tambahan pendapatan dengan berjualan aksesori di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu, Tri sudah berkeluarga dengan dua orang anak. Selama empat tahun Tri Sumono berjualan produk-produk aksesori, seperti jepit rambut, kalung, dan gelang di Jakarta. Berbekal pengalaman dagang itu, tekadnya untuk terjun ke dunia bisnis semakin kuat. "Saya dagang aksesori seperti jepit rambut, kalung, dan gelang dengan modal Rp 100.000," jelasnya.

Setiap Sabtu-Minggu, Tri rutin menggelar lapak di Stadion Gelora Bung Karno. Dua tahun berjualan, modal dagangannya mulai terkumpul lumayan banyak.

Dari sanalah ia kemudian berpikir bahwa berdagang ternyata lebih menjanjikan ketimbang menjadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Makanya, pada  tahun 1997, ia memutuskan mundur dari pekerjaannya dan fokus untuk berjualan.

Berbekal uang hasil jualan selama dua tahun di Gelora Bung Karno, Tri berhasil membeli sebuah kios di Mal Graha Cijantung. "Setelah pindah ke Cijantung, bisnis aksesori ini meningkat tajam," ujarnya.

Tahun 1999, ada seseorang yang menawar kios beserta usahanya dengan harga mahal. Mendapat tawaran menarik, Tri kemudian menjual kiosnya itu. Dari hasil penjualan kios ditambah tabungan selama ia berdagang, ia kemudian membeli sebuah rumah di Pondok Ungu, Bekasi Utara. Di tempat baru inilah, perjalanan bisnis Tri dimulai.

Pengalaman berjualan aksesori sangat berbekas bagi Tri Sumono. Ia pun merintis usaha toko sembako dan kontrakan. Sejak itu, naluri bisnisnya semakin kuat.

Saat itu, ia langsung membidik usaha toko sembako. Ia melihat, peluang bisnis ini lumayan menjanjikan karena, ke depan, daerah tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan ramai. "Tapi tahun 1999, waktu saya buka toko sembako itu masih sepi," ujarnya.

Namun, Tri tak kehabisan akal. Supaya kawasan tempatnya tinggal kian ramai, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini diperuntukkan bagi pedagang keliling, seperti penjual bakso, siomai, dan gorengan.

Selain mendapat pemasukan baru dari usaha kontrakan, para pedagang itu juga menjadi pelanggan tetap toko sembakonya. "Cara itu ampuh dan banyak warga di luar Pondok Ungu mulai mengenal toko kami," ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, naluri bisnisnya semakin kuat. Tahun 2006, Tri melihat peluang bisnis sari kelapa. Tertarik dengan peluang itu, ia memutuskan untuk mendalami proses pembuatan sari kelapa. Dari informasi yang didapatnya diketahui bahwa sari kelapa merupakan hasil fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylium.

Untuk keperluan produksi sari kelapa ini, ia membeli bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. "Tahap awal saya membuat 200 nampan sari kelapa," ujarnya.

Sari kelapa buatannya itu dipasarkan ke sejumlah perusahaan minuman. Beberapa perusahaan mau menampung sari kelapanya. Tetapi, itu tidak lama. Lantaran kualitas sari kelapa produksinya menurun, beberapa perusahaan tidak mau lagi membeli. Ia pun berhenti memproduksi dan memutuskan untuk belajar lagi.

Untuk meningkatkan kualitas sari kelapa, ia mencoba berguru ke seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Mulanya, dosen itu enggan mengajarinya karena menilai Tri bakal kesulitan memahami bahasa ilmiah dalam pembuatan sari kelapa. "Tanpa sekolah, kamu sulit menjadi produsen sari kelapa," kata Tri menirukan ucapan dosen kala itu.

Namun, melihat keseriusan Tri, akhirnya sang dosen pun luluh dan mau memberikan les privat setiap hari Sabtu dan Minggu selama dua bulan. Setelah melalui serangkaian uji coba dengan hasil yang bagus, Tri pun melanjutkan kembali produksi sari kelapanya.

Saat itu, ia langsung memproduksi 10.000 nampan atau senilai Rp 70 juta. Hasilnya lumayan memuaskan. Beberapa perusahaan bersedia menyerap produk sari kelapanya. Sejak itu, perjalanan bisnisnya terus berkembang dan maju. (Fahriyadi/Kontan)(mlk)
(bersambung)

 
 
Sumber :KONTAN
Editor : Erlangga Djumena

Aryanto, Dulu Loper Koran Kini Bos Rental

Kerasnya hidup sering menjadi motor penggerak seseorang untuk mencapai keberhasilan atau kehidupan yang lebih baik. Seperti yang dialami Aryanto Mangundiharjo. Kerasnya kehidupan di jalanan membawanya menuai keberhasilan.

Lahir dari keluarga berada tak menjamin orang bisa sukses. Tapi, Aryanto Mangundiharjo membuktikan bahwa kerja keras dan pengalaman jatuh bangun merupakan faktor yang membuatnya sukses walau berasal dari keluarga berada. Berkat keuletan dan belajar dari kegagalan,
ia sukses menjadi pemain rental mobil mewah dengan bendera The Jakarta Limousine.

Saat ini The Jakarta Limousine mampu menghasilkan omzet Rp 300 juta hingga Rp 400 juta per bulan. Selain beberapa hotel bintang lima, Jakarta Limousine juga menjadi rekanan beberapa kedutaan besar seperti Inggris, Korea Selatan, Malaysia, dan China. Ada juga kerja sama dengan BRI dan Bank Indonesia.

Beberapa artis mancanegara seperti Super Junior, Rihanna, dan Justine Bieber pernah menggunakan jasa perusahaan Aryanto. “Selain rental langsung, saya memasok mobil ke rental-rental mobil mewah ternama,” katanya. Saat ini, ia memang baru memiliki 16 unit mobil mewah bermerek Toyota Alphard, Fortuner, dan Mercedes Benz E Class. Khusus mobil limousine, biasanya dia mendapat pinjaman dari orang kaya.

Lahir dari keluarga berada, ayah Aryanto adalah pengusaha sewa-menyewa alat berat. Adapun ibunya seorang pemasok bahan kue di beberapa pengusaha kue. Tapi, saat kecil, ia lebih suka bermain dengan anak-anak loper koran meski sering dimarahi orang tuanya.

Ternyata pergaulan dengan loper koran memberi makna lain dalam kehidupan Aryanto. “Ada permasalahan keluarga yang membuat saya kabur dari rumah. Saya hidup di jalanan dan menjadi loper koran,” kenang lelaki kelahiran Jakarta, 14 Mei 1976 ini.

Tak cuma itu, setelah sang ayah meninggal, ekonomi keluarganya guncang. Aryanto juga terpaksa meninggalkan bangku sekolah. “Saat itu saya sukses menjadi loper berkat pager. Di antara lipatan koran, saya selipkan nomor pager saya. Dari situ, pelanggan bertambah banyak,” kenangnya.

Dari jerih payahnya itu, Aryanto berhasil menyewa rumah dan mengikuti pendidikan kejar paket. “Karena bosan, usaha loper saya berikan ke adik. Saya memilih menjadi satpam,” katanya. Di saat menjadi satpam, dia belajar menyetir. Akhirnya, dia berani bekerja sebagai sopir di perusahaan air minum. Selanjutnya, ia pindah ke perusahaan Jepang. Karena kerusuhan tahun 1998, perusahaan Jepang itu bubar. Ia menjadi sopir taksi di Blue Bird, lantas hijrah ke Bali menjadi supir taksi eksklusif.

Di Pulau Dewata, selain sebagai sopir taksi eksklusif, Aryanto mendapat tambahan penghasilan sebagai calo mobil sewaan. Dari situ, dia belajar soal bisnis penyewaan mobil. Peristiwa Bom Bali tahun 2002 membuatnya keluar dari pekerjaan dan kembali ke Jakarta dengan uang pesangon sebesar Rp 3 juta. Pada saat yang sama, usaha distributor koran yang dikelola sang adik juga bangkrut.

Bermodal pesangon itu, Aryanto memberanikan diri membuka usaha rental mobil. “Saya tidak punya mobil, cuma modal nomor telepon. Kalau ada order, saya akan cari rental lain,” katanya. Ia mendapat order dari perusahaan obat nyamuk yang menyewa 18 mobil untuk kegiatan di 10 kota selama 3 bulan. Dari order ini, ia mampu membeli mobil Kijang.

Order besar datang lagi dari perusahaan telepon seluler yang meminta 40 unit mobil dengan dibiayai oleh bank. “Saya tidak puas begitu saja dengan bisnis rental ini. Saya coba menjadi kontraktor,” kenangnya. Sayang, baru menggarap satu proyek di Belitung, Aryanto sudah kena tipu sebesar Rp 1,4 miliar. Sementara itu, karena ulah karyawan yang nakal, 40 unit mobil sewaannya digelapkan penyewa.

Bangkit dari bangkrut

Utang bank yang menumpuk hingga menyebabkan rumah Aryanto disita. Uang hasil penjualan tanah yang dikelola sang istri lenyap karena kena tipu penjual valas. Tahun 2004, ia bangkrut dan terpaksa tinggal di rumah mertua.

Setahun lebih, Aryanto terpuruk. Pada pertengahan tahun 2006, dia mendapat pinjaman Rp 25 juta dari seorang teman. Bermodal itu, dia merintis usaha penyewaan mobil lagi tanpa kendaraan sendiri. Ia memanfaatkan mobil dari jasa penyewaan lain.

Suatu saat, dari pelanggannya yang warga negara asing, Aryanto mendengar keluhan soal susahnya mencari rental mobil mewah di Jakarta. Dari situ, ia tertarik menjajal bisnis ini. Dia mencari kenalan yang mau menyewakan mobil mewahnya. “Banyak yang mau, sebab untuk kelas Alphard saja, tarif sewa per 12 jam Rp 3 juta. Saya dapat komisi 50 persen,” katanya. Aryanto lantas fokus menggarap penyewaan mobil mewah meski tanpa modal mobil sendiri.

Aryanto akhirnya mendapat order 16 unit mobil mewah dengan masa sewa 10 hari sekaligus. Dalam jangka waktu itu, ia mengantongi untung Rp 270 juta. “Saya langsung beli rumah dan mobil Alphard. Dari modal itu, usaha saya terus bergulir dan kini saya memiliki 16 mobil mewah,” katanya. (Fransiska Firlana/Kontan)(mlk)
 
Sumber: KONTAN
Editor : Erlangga Djumena

Minggu, 26 Agustus 2012

Dicari Kaum Muda Kreatif Atasi Masalah Lingkungan

Yayasan Pembangunan Berkelanjutan mencari anak muda berusia 15-24 tahun yang punya gagasan dan ide kreatif untuk menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan, khususnya masalah perubahan iklim. Program bertajuk Smart Leaders diselenggarakan sebagai ajang bagi kaum muda untuk mewujudkan ide-ide kreatif mereka menjadi aksi nyata sebagai solusi untuk memperbaiki kualitas alam dan kualitas hidup manusia.

Climate-Smart Leaders for Sustainable Cities Climate, Annye Meilani menjelaskan, untuk tahun ini, fokus tema yang diangkat adalah kota yang berkelanjutan (sustainable cities). Kota, dengan segudang kesempatan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Berdasarkan informasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Global Health Observatory, saat ini diperkirakan jumlah penduduk kota di seluruh dunia meningkat 60 juta orang setiap tahun. Diperkirakan, pada pertengahan abad ke-21 jumlah penduduk kota akan dua kali lebih besar dari sekitar 3,4 miliar orang pada tahun 2009 menjadi 6,4 miliar pada tahun 2050. Pertumbuhan paling besar akan terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di balik kesempatan dan harapan akan hidup yang lebih baik, seperti akses yang lebih baik, kesempatan kerja yang tinggi, hiburan yang beragam, dan daya tarik lainnya, kota menyimpan berbagai permasalahan yang harus segera diatasi. Persoalan tata kota, akses air bersih dan sanitasi, pendidikan, kesehatan, kualitas lingkungan, transportasi, gaya hidup, kemiskinan, dan lain-lain, perlu diatasi dengan serius.

"Terjadinya perubahan iklim yang memengaruhi semua aspek kehidupan di perkotaan seperti pangan, kesehatan, lingkungan, dan lain-lain juga harus segera diatas," kata Annye. Senin (27/8/2012).

Menurut Annye, dibutuhkan ide-ide kreatif dan energi baru yang positif untuk memperbaiki situasi yang sangat rumit ini. Kaum muda, sebagai bagian penting dari kota adalah salah satu aktor kunci yang menentukan ke mana arah pembangunan di perkotaan dan bagaimana pembangunan tersebut dilaksanakan.

Informasi mengeni program ini dapat dilihat pada laman Climate Smart Leaders. Akan dipilih 24 orang finalis untuk mengikuti rangkaian program CSL 2012.

Pemenang dari program ini akan mendapat hadiah berupa seed fund untuk pengembangan proyek dan Piala Penghargaan Emil Salim Bagi Generasi Muda.(mlk)
 
Sumber :Kompas.com
Editor :Nasru Alam Aziz

Senin, 20 Agustus 2012

5 Kiat agar Mahasiswa Kelak Mampu KPR

"Waktu adalah uang". Demikian ungkapan yang sudah akrab di telinga kita. Ya, memang semakin lama waktu yang ditempuh, semakin mahal pula biaya yang dikeluarkan. Artikel kali ini kami fokuskan kepada mereka para mahasiswa di Indonesia bahwa selain target kelulusan dan gelar akademis yang harus dicapai, alangkah bijaknya jika mahasiswa mulai berpikir untuk melakukan investasi agar dapat memiliki rumah jika kelak telah lulus dan mulai bekerja.

Mengapa ini menjadi begitu penting? Fakta menunjukkan bahwa mereka yang telah bekerja pun sangat banyak yang masih tinggal di "Taman Mertua Indah" atau di rumah kontrakan, alias belum memiliki rumah.

Ironisnya, para sarjana pun masih belum bekerja secara jelas, banyak di atara mereka masih bekerja serabutan, dan pemasukan yang diterima masih belum stabil alias rentan untuk disebut sebagai pengangguran terselubung.

Lalu pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kita mencapainya? Bagaimana kita dapat memiliki rumah jika kelak kita sudah bekerja maksimal selama 5 tahun setelah lulus? Berikut adalah 5 kiat sederhana agar kelak mahasiswa dapat memiliki rumah dengan cara kredit pemilikan rumah (KPR):

1. Mulai alokasikan dana dari diri sendiri
Layaknya belajar, tidak ada yang dapat mengatur hasil dengan optimal selain diri sendiri, maka demikian pula dalam ilmu perencanaan keuangan. Lakukanlah alokasi dana bulanan Anda, pisahkan kebutuhan perkuliahan dan non-perkuliahan. Berikut saran berdasarkan kebutuhan:

• Tempatkan dalam pos dana perkuliahan sebagai prioritas kebutuhan (termasuk uang buku dan uang transpor dasar);
• Tempatkan pos dana non-perkuliahan untuk kepemilikan rumah sebagai prioritas berikutnya setelah pos

dana perkuliahan, dan makan pokok tentunya. Sementara itu, kebutuhan yang bersifat hiburan ditempatkan setelah alokasi dana kepemilikan rumah.

2. Mulai mencari penghasilan tambahanBerapa pun besar uang saku yang diterima tiap bulan dari keluarga, alangkah baiknya jika Anda juga mulai belajar mendapatkan pekerjaan tambahan yang bersifat paruh waktu. Pekerjaan ini dapat dibagi menjadi pekerjaan yang menunjang kuliah, atau yang tidak terkait dengan mata kuliah yang ada. Yang paling penting adalah waktu untuk bekerja tidak boleh menyita waktu belajar! Ingat, tugas utama seorang mahasiswa adalah belajar. Bekerja hanyalah sebagai tambahan.

3. Lakukan perhitungan nilai rumah masa depan (future value)Berpikirlah secara realistis, tentukan kisaran harga rumah yang diminati (jangan terlalu mahal), kemudian hitungalah harga rumah tersebut di masa mendatang (tentu lebih mahal dari sekarang). Marilah kita hitung dengan rumus:

FV = PV * (1 + i)^n
FV : harga rumah sekarang
PV : harga rumah mendatang
i : faktor kenaikan harga rumah (misalnya 10 persen-20 persen per tahun)
n : waktu yang tersedia untuk memiliki rumah, misalkan lama kuliah 3 tahun, ingin memiliki rumah 3 tahun setelah lulus, maka nilai 'n' menjadi 6 tahun

4. Mulai merencanakan pembelianRencanakan kapan Anda ingin memiliki rumah? Maksimal, 5 tahun setelah Anda mulai bekerja atau setelah lulus S-1 (mana yang lebih cepat).

5. Mulai melakukan investasiSebesar apa pun rencana kepemilikan rumah yang Anda idamkan kelak pasti tidak akan terwujud tanpa adanya investasi. Lakukan dari sekarang dengan melakukan investasi pada reksa dana saham. Target return reksa dana saham per tahun dapat Anda hitung dengan asumsi 20 persen.

Untuk mengetahui berapa besar dana yang harus disisihkan, silakan lihat tabel di bawah ini:
Harga rumah kelak
Uang muka KPR, dll
Besar uang muka, dll
Waktu tersedia
Dana yg disisihkan
 
 
Kuliah S-1
Maks. bekerja setelah lulus
Per hari
Per bulan
 
 Rp          350.000.000
30%
 Rp          105.000.000
3 Thn
5 Thn
 Rp       (14.757)
 Rp        (442.708)
 
 Rp          500.000.000
30%
 Rp          150.000.000
3 Thn
5 Thn
 Rp       (21.081)
 Rp        (632.439)
 
 Rp      1.000.000.000
30%
 Rp          300.000.000
3 Thn
5 Thn
 Rp       (42.163)
 Rp    (1.264.879)
 


Demikian para mahasiswa dan calon mahasiswa, dengan menyisihkan minimum Rp 15.757 hingga Rp 42.163 per hari, maka Anda dapat memiliki rumah melalui KPR dengan harga Rp 350 juta hingga Rp 1 milar. Sebuah investasi yang sangat bermakna bukan? Selamat berinvestasi bagi Anda para mahasiswa dan calon mahasiswa. Sukses untuk kita semua. (Taufik Gumulya, CFP®, Perencana Keuangan pada TGRM Financial Planning Services)(mlk)


Editor :Erlangga Djumena
Sumber :Kompas.com

Lima Tahun Lagi Indonesia Stop Impor Ponsel?

Rencana investasi Foxconn Technology Group ke Indonesia diharapkan akan mendatangkan pertumbuhan ekonomi bagi Tanah Air. Investasi tersebut diharapkan dapat menekan impor ponsel yang selalu meningkat setiap tahun.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, hingga saat ini Indonesia telah mengimpor sebanyak 45 juta ponsel per tahun. "Tapi dengan rencana Foxconn untuk masuk ke Indonesia, kita bisa berhenti mengimpor ponsel. Setidaknya dalam 5 tahun mendatang, kita tidak perlu impor ponsel lagi," kata Hidayat saat ditemui selepas Rapat Nota Keuangan di kantor Kementerian Perekonomian, Jumat (17/8/2012).

Berdasarkan pembicaraan dengan Foxconn pekan ini, raksasa manufaktur dari Taiwan ini menunjukkan keseriusannya untuk berinvestasi di Tanah Air. Pada 25 Desember 2012, Foxconn dikabarkan telah siap merilis 3 juta ponsel yang telah dibuat di Indonesia.

Menurut Hidayat, pembuatan ponsel merek lokal ini akan bekerja sama dengan perusahaan milik lokal yang saat ini telah membuat ponsel. Salah satunya dengan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) Persero, perusahaan pelat merah yang akan fokus membuat ponsel lokal kembali berjaya. "Nanti kita juga akan menggandeng perusahaan lain untuk bisa memproduksi ponsel lokal bersama Foxconn," ujarnya.

Foxconn Technology Group merupakan perusahaan manufaktur di Taiwan yang saat ini melayani perakitan produk milik Apple, seperti iPad dan iPhone. Begitu juga dengan vendor Motorola yang telah diakuisisi oleh raksasa internet Google.
Di Taiwan, Foxconn memiliki luas lahan untuk perakitan ponsel sebesar 3.000 hektar. Dengan luas lahan itu, Foxconn bisa mengontribusikan sebesar 7 persen dari keseluruhan ekspor negara China saat ini. "Sementara di Indonesia, mereka akan memakai 400 hektar. Tapi proyek ini harus segera jadi agar kita juga bangga punya ponsel dari negeri sendiri," kata Hidayat dengan penuh semangat.

Sekadar catatan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan Foxconn akan mulai berproduksi secara assembling (perakitan) pada Desember 2012. Dalam satu sampai dua bulan ini, Foxconn berkonsentrasi dengan realisasi investasi pabrik perakitan yang akan berproduksi akhir tahun ini.

Pada Juli tahun depan, Foxconn meminta peresmian investasi tahap pertama. Investasi tahap pertama pembangunan pabrik Foxconn membutuhkan area seluas 50 hektar. Pabrik Foxconn itu akan diletakkan di sekitar Jakarta dan Banten. Untuk tahap kedua dan ketiga masing-masing membutuhan area 200 hektar.

Hidayat menambahkan, ketiga lokasi ini pada setiap tahap itu bisa berbeda provinsi, tetapi masih berada di Pulau Jawa. Proyek Foxconn asal Taiwan tersebut memiliki nilai investasi mencapai 10 miliar dollar AS dalam jangka waktu 5-10 tahun. Rencananya, proyek akan dilakukan dalam tiga tahap. Proyek ini akan menyerap 300.000 tenaga kerja dari semua level keahlian. Khusus untuk engineer, Foxconn membutuhkan 60.000 orang.(mlk)
 
Editor :Laksono Hari W
Sumber : Kompas.com

Rabu, 08 Agustus 2012

Riyadh, Jutawan Muda Berkat Bisnis Gorengan

Kendati usianya masih muda, Riyadh Ramadhan sudah berani memulai usaha. Di usia 19 tahun, ia sudah memiliki bisnis gorengan di Surabaya dengan omzet ratusan juta per bulan. Bisnis ini dirintisnya tahun 2009, saat ia masih berusia 16 tahun.

Saat itu, ia baru duduk di kelas satu sekolah menengah atas (SMA). Lantaran usianya yang masih belia, ia pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur Termuda 2010 versi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Riyadh memulai bisnis secara autodidak. Semua berawal dari kegemarannya memasak. Suatu ketika, naluri bisnisnya bangkit setelah melihat peluang usaha gorengan. "Saya melihat di Surabaya banyak penjual gorengan, lalu saya berpikir untuk membikin sendiri," kata Riyadh.

Keinginan untuk berbisnis itu kemudian diutarakannya kepada kedua orangtuanya. Walau masih muda, orangtua Riyadh menyambut baik keinginan anaknya itu untuk berbisnis. Kebetulan, orangtua Riyadh memang memiliki jiwa bisnis.

Mereka berprofesi sebagai wiraswasta. Namun, usaha yang mereka kelola bukan bergerak di bidang makanan. "Mereka mengelola lembaga pendidikan," ujar Riyadh.

Jualan di sekolah

Tekad Riyadh Ramadhan untuk memiliki bisnis di usia muda sangat kuat. Karena tekad yang kuat itu, ia pun tak risih meski harus harus memulai usaha dari menjajakan gorengan di sekolahnya.

Riyadh memang mengawali kesuksesan bisnisnya sebagai penjual gorengan. Pertama menjadi penjual gorengan, dia membidik teman-teman sekelasnya sebagai konsumen.

Setiap jam istirahat sekolah, Riyadh tidak sungkan mengeluarkan dagangan yang ia bawa setiap hari dari rumah. Sebagai remaja yang baru duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), sebenarnya dia agak canggung dan malu berjualan di sekolahnya.

Apalagi, Riyadh juga sering menjadi bahan olok-olokan dari teman-teman sekolahnya. "Beberapa nada sumbang berupa ejekan sempat terdengar dari teman," kenangnya.

Bukannya berhenti, makin lama makin banyak teman yang mengejeknya sebagai penjual gorengan. Awalnya, ia sempat minder dan ingin mundur dari bisnisnya itu.

Namun, Riyadh tetap berpikir positif bahwa apa yang ia lakukan sudah tepat. Lagi pula, dia merasa tidak ada yang dirugikan dari bisnisnya itu.

Sementara bila mundur, keinginannya untuk memiliki usaha akan pupus. "Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman," ujarnya.
Orangtua saya juga sering menguatkan mental saya untuk tidak mundur hanya karena mendapat ejekan dari teman
Atas dorongan orang tuanya, Riyadh berusaha membuang jauh-jauh semua perasaan sakit hati yang ia alami di sekolah. Namun, seiring berjalannya waktu, justru banyak temannya yang mulai menyukai gorengannya. Bahkan,teman-teman yang tidak sekelas dengannya juga ikutan meminati gorengan buatan Riyadh.
Lantaran pesanan gorengannya makin banyak, ia selalu berusaha bangun tidur lebih awal untuk mempersiapakan dagangannya. Riyadh selalu bangun tidur jam tiga dinihari setiap hari. Di pagi buta itu, dia menyiapkan semua bahan yang diperlukan, termasuk meracik sendiri tepung gorengannya. "Saya menjalani semuanya dengan semangat," katanya.
Selama setahun menjajakan gorengan di sekolah, ia pun mulai terpikir untuk mengembangkan usahanya. Hingga suatu saat Riyadh menemukan ide untuk membuka kafe di mal.
Lagi-lagi, orangtuanya mendukung penuh rencananya tersebut. Berbekal keuntungan usaha selama setahun serta sokongan dana dari orangtuanya, Riyadh pun mulai merintis pendirian kafe di salah satu mal di Surabaya.
Riyadh memberi nama kafe itu Go Crunz, yang sampai sekarang masih menjadi label usahanya. Di kafe itu ia menyediakan menu gorengan, seperti kentang, jamur, ayam, dan otak-otak ikan.Selain gorengan, ia juga menyediakan beragam pilihan minuman. Tak ingin mengecewakan orangtua yang sudah mendukungnya dan juga tanggung jawab terhadap diri sendiri karena uang tabungannya ludes untuk modal usaha, Riyadh pun total di bisnis ini.
Dengan label Go Crunz, ia menawarkan menu gorengan, seperti kentang, jamur, dan ayam, hingga otak-otak ikan. "Total ada sembilan menu gorengan," katanya.
Gorengan itu dibanderol Rp 6.000-Rp 9.000 per kotak. Setiap kotak berisi empat sampai lima gorengan. Ternyata, banyak yang menyukai gorengan buatan Riyadh. Lalu dia membuka dua gerai lagi dengan konsep booth.
Dari ketiga gerai itu, total omzet yang didapatnya mencapai Rp 120 juta per bulan, dengan laba sekitar 40 persen dari omzet. Lantaran respon pasar positif, sejak tahun 2010, Riyadh resmi menawarkan kemitraan usaha. Saat ini, jumlah gerainya sudah 12 gerai.Perinciannya, tiga milik sendiri dan sisanya milik mitra. Mitra usahanya itu tersebar di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi, Malang, hingga Balikpapan.
Dalam kemitraan ini, ia menawarkan dua paket investasi. Yakni, paket booth sebesar Rp 39 juta dan paket kafe Rp 110 juta. Berdasarkan pengalamannya, omzet paket booth ditargetkan Rp 500.000-Rp 700.000 per hari. Sementara paket kafe Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per hari.Dalam kemitraan ini, ia memasok bumbu dan kemasan kepada seluruh mitra bisnisnya.
Guna mengembangkan usahanya, ia kemudian menawarkan kemitraan pada Oktober 2010. Guna menjaring mitra, Riyadh rajin mengikuti pameran waralaba di daerahnya.Kerja kerasnya tidak sia-sia. Di bulan pertama menawarkan kemitraan, ia sukses menjaring tujuh mitra.
Metode kekeluargaan
Sukses di usia muda mungkin menjadi impian banyak orang, begitupun Riyadh Ramadhan. Ia tak menyangka, bisnisnya akan tumbuh cepat. Toh begitu, tak mudah membangun bisnis di usia belia.

Riyadh mengaku banyak kendala yang ia hadapi. Misal, ia sempat kesulitan membuat sistem manajerial usaha yang baik. Alhasil, ia sering gonta-ganti karyawan lantaran kinerja pegawainya tak memuaskan. 
"Karena usia saya yang lebih muda, banyak karyawan yang tak menghormati saya sebagai pimpinan, sehingga kinerja mereka tak maksimal," terangnya.
Tak kehabisan akal, Riyadh pun rajin melahap buku mengenai manajemen dan kepemimpinan. Ia pun kerap mengikuti ajang entrepreneurship bagi anak muda seusianya.
Meski tak menyabet predikat sebagai juara, Riyadh tak berkecil hati. "Tujuan utamanya bukan juara, tapi lebih pada pembelajaran karakter dan jiwa kepemimpinan dari para pengusaha muda," ungkapnya.
Bukan sekadar memetik ilmu, dari ajang kompetisi itu Riyadh juga bisa membuka jaringan yang lebih luas. Dari situ, ia mulai belajar akan pentingnya manajerial usaha agar usaha makin berkembang. 
"Dalam usaha, pemasaran memang penting tapi belajar menjadi seorang pimpinan yang baik juga tak kalah penting," katanya.
Dari kompetisi tersebut, Riyadh mengaku pikirannya kian terbuka. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus ia benahi, terutama manajemen usaha. Hal utama yang langsung Riyadh lakukan adalah mengubah gaya kepemimpinannya.
Riyadh bilang, ia sekarang lebih tegas namun bukan berarti berubah jadi pribadi yang galak dan ditakuti karyawannya. Selain itu, ia mencoba menerapkan metode kekeluargaan dalam manajemen Go Crunz.
Dengan perubahan gaya kepemimpinan itu, sekarang manajemen usahanya jauh lebih solid. "Dalam beberapa bulan terakhir, tidak ada lagi gonta-ganti karyawan," jelasnya.
Bukan itu saja, menyadari bahwa ia adalah principal dari sebuah brand yang juga melibatkan orang lain, Riyadh menganggap semua mitra usahanya merupakan saudara dekatnya. Hal ini pula yang membuat dia cenderung lebih selektif memilih mitra usaha.
Salah satu patokannya memilih mitra adalah merasa klop saat pertama kali bertemu dengan calon mitra. "Jadi ada chemistry dalam berkomunikasi," ungkap mahasiswa jurusan Desain Manajemen IBMT International University ini.
Insting itulah yang akhirnya membuat Riyadh memiliki sembilan mitra. Dia mengklaim semuanya loyal dan memenuhi ekspektasi membesarkan franchise Go Crunz.
Kendati bisnisnya makin mengembang, tak membuat Riyadh cepat puas. Ia mengatakan, masih harus terus belajar agar usaha kian membesar. 
Ia pun menyimpan mimpi bahwa merek Go Crunz dalam beberapa tahun ke depan bisa go international seperti Kebab Baba Rafi milik Hendy Setiono. Ia menyebut Hendy sebagai mentor andal dan telah menginspirasi dirinya. (Fahriyadi/Kontan)(mlk)

Sumber : Kompas.com

Modal "Kepepet" Berganjar "Gadget"

Berdebar-debar hati Simon Simangunsong saat juri menyebut dua nama yakni Michelle Maitlin Setiawan dan Sohibul Wafa sebagai pemenang kedua dan ketiga lomba desain seragam karyawan Hoka Hoka Bento, akhir Mei lalu di Jakarta. Rupa-rupanya, asal kampus Michelle yakni ESMOD dan Sohibul yakni ITB Jurusan Seni Rupa, membuat Simon agak gentar. "Kedua sekolah itu kan memang berurusan dengan desain," katanya Rabu silam.
Tak disangka, desain dengan kantung penyimpan bolpoin itu pun menjadi satu-satunya desain yang muncul dalam perlombaan tersebut.
Simon, kelahiran 10 Juli 1990, memang bukan berasal dari jurusan yang terkait dengan desain. "Saya mahasiswa FISIP Atma Jaya Yogyakarta," katanya.

Alhasil, tatkala juri menyebut namanya sebagai pemenang pertama, kebahagiaan plus kebanggaan meliputi perasaannya. Jadilah, hadiah uang Rp 25 juta memenuhi kocek mahasiswa angkatan 2008 ini. Ia sukses menyingkirkan delapan finalis lainnya.

Sementara, menurut Head of Marcomm Hoka Hoka Bento Francisca Lucky Permanawati, perhelatan lomba itu digelar sejak awal tahun ini. Animo peserta lumayan banyak. Tercatat, empat kota besar yang menyetor peserta terbanyak yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Medan.

Saat perbincangan pada Rabu (18/7/2012) di Jakarta, Simon yang terkesan tak punya logat Batak lantaran lahir dan besar di Kota Gudeg itu mengaku kalau niatnya mengikuti lomba lantaran kepepet alias terdesak kebutuhan perlengkapan kuliah. "Bahkan, waktu mulai mendesain, saya pinjam laptop teman atau ke warnet," aku lelaki murah senyum itu.

Ujung-ujungnya, fulus hadiah yang sudah di genggaman tangan Simon, langsung berubah wujud menjadi gadget alias peranti yang menjadi dambaannya. "Saya bisa beli laptop, contohnya," tuturnya sumringah.

Unik
Menurut Simon, saat mengeksplorasi ide menjadi desain, dirinya melakukan hal yang terbilang biasa yakni menggali langsung kebutuhan para karyawan Hoka Hoka Bento. Makanya, satu demi satu, ia menyambangi gerai makanan khas Jepang asal Indonesia yang ada di Kota Yogyakarta itu. "Saya melakukan wawancara
dengan para karyawan," imbuh Simon.

Berangkat dari situlah, Simon menempatkan semacam kantung penyimpan bolpoin di bagian lengan desain karyanya tersebut. "Itu kebutuhan yang  muncul dari karyawan saat saya mewawancarai mereka," kata pengagum berat klub sepak bola Liga Spanyol, Barcelona itu.

Tak disangka, desain dengan kantung penyimpan bolpoin itu pun menjadi satu-satunya desain yang muncul dalam perlombaan tersebut. "Saya menjadi yakin saat juri sempat menyebut desain kantung penyimpan bolpoin waktu final," katanya lagi.

Simon melanjutkan, pengalamannya bergelut dengan desain memang terasah sejak 2008 silam. Dirinya senang membuat desain kaus. Karyanya disebarluaskan melalui situs jejaring sosial semacam Facebook.

Kegemarannya memanfaatkan teknologi informasi seperti itu membangkitkan pula naluri bisnisnya hingga kini.
Kendati demikian, Simon mengakui, kegemarannya itu membuat dirinya terbilang menjadi mahasiswa yang kerepotan dengan presensi kuliah. Pihak keluarga, khususnya ayah dan kakak-kakaknya bereaksi. "Mereka meminta saya membereskan kuliah sampai selesai," ujarnya.

Mendapat pelajaran dari perlombaan yang baru kali pertama diikutinya, Simon mengatakan akan membenahi lebih baik kuliahnya. "Soalnya, dipublikasikan menjadi pemenang lomba kan konsekuensi dan tantangannya ke depan menjadi lebih berat. Saya harus menyelesaikan kuliah dulu agar langkah ke depan menjadi lebih ringan," demikian Simon Simangunsong(mlk)
 
Sumber : Kompas
Editor : Josephus Primus

Yuk Ikut Start-Up Games di London


Badan perdagangan dan investasi Inggris (UK Trade & Investment) dan Tech City Investment Organisation (TCIO), mengajak para pengusaha dan wirausahawan untuk mengikuti Start-Up Games, suatu kompetisi bagi para wirausaha terbaik internasional.

 Acara ini bakal diselenggarakan di Hackney House, pusat Tech City London tanggal 29-31 Agustus 2012.

“Kewiraswastaan sangatlah penting dalam pertumbuhan ekonomi global, dan inovasi yang datang dari para wirausaha berpotensi untuk merubah cara bekerja, hidup, dan bersosialisasi. 

Dengan menjadi tuan rumah Start-Up Games, kami ingin menyorot potensi luar biasa dari para perusahaan muda dan pengusaha ini,” kata CEO TCIO Eric va nder Kleij dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Para peserta akan berkompetisi di kategori-kategori seperti pengembangan produk, proteksi IP, brand, penjualan & pemasaran, serta pengembangan bisnis. Dalam tiga hari, mereka juga berkesempatan untuk mendengarkan presentasi dari para pengusaha dan pemuka digital terbaik Inggris seperti Dan Crow dari Songkick; Paul Birch, Co-Founder Bebo; Gerald Walker, Kepala Bloomberg Ventures UK; Georg Ell, General Manager EMEA di Yammer; dan Debu Purkayastha dari Google.

Sebagai kampanye nasional, StartUp Britain, akan mempromosikan kompetisi kepada para pengusaha dan bisnis berkembang di seluruh penjuru Inggris: “Kami bangga mempromosikan StartUp Games yang akan mengumpulkan para pengusaha terbaik dari seluruh penjuru Inggris untuk saling memberi inspirasi dan belajar satu sama lain, sekaligus bertemu dengan mitra-mitra dagang potensional dari seluruh dunia,” kata Oli Barrett, penemu StartUp Britain.

Untuk mengikutinya anda bisa mengunjungi laman StartUp Britain.  Sebanyak 300 orang dari tim-tim wirausaha dengan kinerja dan potensi terbaik, akan diundang untuk berpartisipasi.

Aplikasi awal untuk berkompetisi di StartUpGames akan dinilai oleh sejumlah ahli dari UKTI untuk beberapa kriteria seperti tahapan bisnis, kemampuan untuk menunjukkan keunikan perusahaan dan ringkasan rencana bisnis perusahaan. 

Aplikasi yang berhasil akan diundang untuk menghadiri acara ini, dengan babak kualifikasi dimulai pada tanggal 29 Agustus.  Akan dipilih 7 “Pembawa Obor” yang mewakili aplikasi terbaik, dan diundang untuk sesi co-host pada hari berikutnya.

Melalui ajang ini, para peserta akan berpartisipasi dalam sesi kolaboratif dan berorientasi bisnis, serta berpartisipasi dalam sesi pelatihan khusus.(mlk)
 
Sumber : Kompas.com 
Editor :
Erlangga Djumena

Kamis, 02 Agustus 2012

Bisnis dan Kreativitas

Obral produk sepatu dan sandal Crocs pernah membuat fenomena. Produk dengan rupa-rupa model ini sukses menggelar obral (sale) beberapa waktu lalu. Obral yang dilakukan sebetulnya tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Akan tetapi, karena varian yang ditawarkan menarik, pembeli tetap penuh sesak. Mereka rela antre beberapa kilometer di mal untuk mendapatkan Crocs.

Selain Crocs, ada beberapa merek yang melakukan obral. Misalnya Gucci, Burberry, Zara, dan Ermenegildo Zegna. Semua meraih kesuksesan. Ada banyak faktor penyebab kesuksesan ini, di antaranya cara mengemas obral, potongan harga yang ditawarkan, serta lokasi dan pelayanan pengunjung di lapangan.

Banyak juga perusahaan yang menggelar obral, tetapi sama sekali tidak sukses. Penyebabnya, komoditas yang ditawarkan tidak menggetarkan minat membeli, lokasi tidak representatif, dan penyelenggara obral tidak mampu mengaduk emosi publik. Jadilah obral itu sepi pengunjung.

Menghadapi persaingan usaha yang amat keras seperti tampak saat ini, semua pengendali perusahaan harus mampu menghadapi semua kondisi lapangan. Jangan latah sebab kreativitas perusahaan sangat dibutuhkan untuk menghadapi persaingan usaha yang acap kejam.

Tidak ada ruang untuk pebisnis yang tidak kreatif. Artinya, kalau sudah ada perusahaan yang mendekati pasar dengan melakukan langgam obral, perusahaan lain hendaknya mencari langgam lain agar publik tetap memberi apresiasi tinggi kepada perusahaan tersebut.

Beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan kreatif dan inovatif sukses naik ke puncak bisnis dengan formula yang mengesankan. Beberapa perusahaan properti sukses menjalankan bisnis dengan genre baru. Perusahaan-perusahaan itu membagikan kupon agar tidak saling sikut dan mendapat hak beli berdasarkan urutan. Untuk mendapat nomor pun mesti menyetor tanda jadi sekian juta rupiah.

Banyak pertanyaan mengemuka berkaitan dengan antre nomor beli properti ini. Namun, seperti diutarakan Direktur Eksekutif Summarecon Serpong S Benjamin, sistem kupon dipakai karena jumlah peminat jauh lebih besar daripada unit rumah atau apartemen. Ini sebuah kemajuan hebat sebab sekian tahun lalu, ketika masih krisis, rumah bukan pilihan utama. Rumah bahkan menjadi hadiah untuk pembelian aneka barang luks, seperti mobil. Kini, rumah kembali menjadi kejaran penduduk.

Benjamin tidak sependapat dengan pandangan bahwa penjualan rumah dengan urutan kupon sebagai taktik dagang. Kupon diadakan agar tidak terjadi rebutan rumah sesama pembeli. ”Tren penjualan memang sedang naik, Kami pernah menjual rumah 400 unit, yang antre 2.500 pembeli. Penjualan selesai dalam empat jam.” ujarnya.

Kesuksesan yang diraih sejumlah pengembang di Serpong tentu bukan usaha sehari. Mereka membangun reputasi, servis, dan nilai dengan sabar selama puluhan tahun. Hasil yang diraih sekarang salah satu puncak dari usaha panjang dan kerap melelahkan pada masa-masa lalu.

Kerap kali para pebisnis terjebak dalam keinginan meraih hasil instan. Tidak lagi melihat proses. Sejumlah produk dunia, katakanlah seperti Coca Cola, Apple, Mercy, Toyota, dan Samsung, meraih kesuksesan setelah menjalani proses bertahun-tahun. Bukan hanya dalam semalam. (Abun Sanda)(mlk)
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Erlangga Djumena

Berbisnis Itu Sederhana

Bagaimana cara berbisnis yang efisien dan efektif? Pertanyaan ini diajukan spontan seorang mahasiswa kepada usahawan Sudono Salim (Liem Sioe Liong) di sebuah acara rileks di Hotel Grand Hyatt tahun 1996. Oom Liem, sapaan akrab usahawan itu, hanya tertawa, tetapi kemudian hanya terdiam.

Om Liem, yang hari Minggu, 10 Juni lalu, meninggal dunia di Singapura, tetap diam seribu bahasa sekalipun terus dipancing untuk berbicara. Oom Liem memang dikenal tidak suka banyak bicara.

Dua temannya yang hadir di sana, usahawan Eka Tjipta Widjaja dan Sukanta Tanudjaja dari PT Sinar Sahabat, juga diam saja. Namun, akhirnya ketika melihat mahasiswa tadi masih duduk, Oom Liem pun tidak tega.

”Saya ini orang lapangan, mana mengerti pertanyaan seperti itu,” ujarnya. Ia mengatakan, berbisnis itu pada intinya meraih untung. Kalau tidak laba, bukan dagang namanya. Namun, laba di sini tidak asal laba, tetapi dengan cara benar. Tidak menabrak aturan, tidak merugikan atau mengganggu orang lain.

Ia menambahkan, hal penting yang harus digenggam erat adalah ”menjaga nama” (reputasi). Jangan menipu, dan kalau berutang, bayarlah utang itu. Jangan sampai tidak bayar utang. Tak baik itu. ”Sekali dua, kamu masih bisa menipu. Tetapi, pada kesempatan berikutnya, tidak ada lagi yang percaya kepada kamu. Itu celaka namanya!”
Oom Liem lalu bercakap-cakap akrab dengan Eka dan Sukanta. Usia mereka tidak berselisih jauh. Saat itu, Oom Liem berusia 81 tahun, Eka Tjipta 75 tahun, dan Sukanta 68 tahun.

Usahawan Tong Djoe, sahabat baik Oom Liem, pada kesempatan lain mengatakan, apa yang disampaikan Oom Liem adalah pokok-pokok berbisnis yang benar. Tong mengatakan, berbisnis pada intinya memang untuk meraih profit. Namun, para pebisnis harus memahami bahwa meraih profit di sini dalam konteks mengail keuntungan dengan jalan lurus.

Tidak menipu, tidak mengelabui, tidak membohongi, tidak curang. Jangan menjual barang kedaluwarsa. Stok barang masih sangat banyak, tetapi dibilang habis. Hanya untuk meraih untung ketika barang langka. Sebab, harga otomatis naik saat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan suplai.

Menjaga nama baik juga digarisbawahi Tong Djoe. Ia mengatakan, dulu ketika generasi pertama masih aktif berdagang, kepercayaan menjadi sendi bisnis yang amat memesona. Pinjaman ratusan juta rupiah (amat besar pada awal 1970-an) bisa diberikan begitu saja tanpa tanda terima.

Saat utang dikembalikan dengan bunga, yang meminjami tidak bersedia menerima bunga. Ia hanya mau menerima pokok utang. Menerima bunga berarti mencederai pertemanan dalam bisnis.

Ini membuat yang tadinya berutang merasa berkewajiban menjaga perangai. Jangan sampai melakukan tindakan tidak patut. Ia pun mesti melakukan hal yang sama kepada usahawan lain yang membutuhkan. Jadilah bisnis dengan sistem kepercayaan itu berjalan mulus dan damai.

Dalam era kini, utang-piutang berjumlah besar selalu butuh saksi, tanda terima, pakai akta notaris, dan jaminan berlapis, tetapi kerap masih dibayangi masalah. Bagi Tong, itu mencederai filosofi bisnis yang baik dan benar.

Mestinya, kata Tong, langgam kita berbisnis kembali ke masa lalu yang penuh damai, persahabatan tulus, persaingan sehat, dan setia kawan yang dalam. (Abun Sanda)(mlk,hrd)
 
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Erlangga Djumena