Finalis Nasional Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2012

Program Wirausaha Muda Mandiri 2012 sudah sampai pada tahapan penjurian wilayah yang dilaksanakan secara bertahap. Berikut adalah hasil Penjurian Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri di wilayah : ;.

Belajar Otodidak, Muzakki Raih Omzet Ratusan Juta

Muhammad Muzakki sukses menggeluti usaha pembuatan booth sejak 2008. Pria asal Jakarta ini mengerjakan pesanan booth mulai tahap desain hingga pesanan selesai dan siap pakai.

Mengasah Naluri Bisnis

Ketika pulang dari kuliah di Amerika Serikat, Erwin Aksa menggenggam optimisme tinggi. Ia sudah belajar banyak dari para usahawan Amerika dan terutama di ruang kuliah.

Empat Tips Kelola Bisnis Pemula ala Ciputra

Pengusaha kawakan Ciputra memberikan tips mengelola bisnis, khususnya untuk pebisnis pemula. Seperti apa?

Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Buku “Chairul Tanjung Si Anak Singkong” diluncurkan bertepatan usia Chairul Tanjung (CT) setengah abad. CT, demikian nama panggilannya, adalah pengusaha Indonesia yang sukses dalam wirausahanya dan memperluas usahanya.

Sabtu, 03 November 2012

Kreasi Ibu Rumah Tangga Tembus Mancanegara


Siapa sangka berawal dari iseng-iseng mempercantik pakaian dan kerudung bekas milik anggota keluarganya, puluhan perempuan warga Kampung Kiarapayung, Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), yang sehari-harinya hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau mengurus keluarga, kini seolah mendapat durian runtuh.

Para ibu rumah tangga itu setiap bulan selalu mendapat order berbagai produk kerajinan payet (hiasan manik-manik) dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Cirebon, Pulau Sumatra, dan sejumlah wilayah lainnya di Indonesia. Luar biasanya lagi, kerajinan payet hasil kreasi ibu-ibu rumah tangga itu berhasil menembus pasar mancanegara. Padahal, kegiatan industri rumahan produk kerajinan payet itu baru berjalan kurang dari satu tahun. Omzetnya pun mencapai puluhan hingga ratusan juta per bulan bergantung pada banyaknya pesanan.

Sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Libanon, Uni Emirat Arab, Palestina, dan sejumlah negara lainnya, menjadi daerah pemasaran produk-produk hasil kerajinan industri rumahan kelompok ibu rumah tangga di Desa Mekarsari. Produk-produk payet yang dihasilkan antara lain berupa pakaian muslim, sarung, tas jinjing, hingga kerudung.

Menurut salah seorang perajin produk payet, Neneng (42), sebagian besar hasil produksi mereka dipasarkan ke beberapa negara di luar negeri, khususnya negara-negara muslim. Adapun sisanya memenuhi kebutuhan pasar lokal.

Salah satu permasalahan yang dihadapi para perajin untuk memenuhi permintaan pasar adalah soal waktu produksi yang terbilang cukup lama. Untuk menghasilkan sebuah kerudung payet misalnya, seorang pekerja memerlukan waktu lebih dari dua hari. "Kerajinan ini bermodal murah, tetapi butuh ketelatenan yang serius. Butuh beberapa hari bagi pemula untuk menyelesaikan satu kerajinan payet kerudung," ujar Neneng saat ditemui di Desa Mekarsari, Kamis (4/10/2012).

Teknis payet memang gampang-gampah susah. Sekilas, terlihat mudah dikerjakan karena hanya mengikuti gambar di pola. Namun ketika mulai menjahit pada pola di kain atau tas, kesulitan langsung menghampiri. Diperlukan konsentrasi tinggi serta ketelitian ketika memasang payet dalam pola yang sudah digambar.

Bagi para perajin yang jam terbangnya belum cukup tinggi, biasanya pemasangan payet tampak kurang rapi. Namun setelah jam terbangnya mencukupi, dengan sendirinya payet akan terlihat leih rapi dengan aneka macam pola. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah produk pun menjadi lebih singkat.

"Selain terus dilatih, inovasi produk baru pun menjadi keharusan agar produk-produk kami mampu bersaing dengan produk lainnya," kata Neneng.

Ia mengaku sangat bersyukur, meskipun hanya bertaraf usaha rumahan, produknya telah menjamur di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, produk payet asal Desa Mekarsari sudah cukup dikenal luas di sejumlah negara Asia Tenggara dan Timur Tengah.

"Harapannya ke depan, kami akan dibantu lagi dalam permodalan agar usaha kami, meskipun usaha rumahan, terus berkembang," ujar Neneng.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BKKBN KBB, Nur Djulaeha, mengatakan kerajinan payet merupakan kerajinan industri rumahan unggulan di Desa Mekarsari. Karena dinilai cukup menjanjikan, banyak ibu-ibu rumah tangga khususnya yang tidak bekerja akhirnya memutuskan ikut serta terjun dalam menggeluti industri rumahan ini.

"Awalnya hanya ada dua kelompok yang kami bina. Tapi sekarang terus bertambah. Makin banyak ibu-ibu yang ikut membuat kerajinan payet," kata Nur.

Kerajinan payet di Desa Mekarsari baru mulai dikembangkan pada Februari 2012 saat desa tersebut memperoleh bantuan dalam program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) di Kampung Kiarapayung, Desa Mekarsari.

"Jadi, desa ini dibina oleh lintas sektor. Ada Dinas Perdagangan, Keluarga Berencana, PKK, Dharma Wanita, GOW (Gabungan Organisasi Wanita, Red), dan lain-lain," kata Nur. (M Zezen Zainal M)


Sumber :
Editor :
Erlangga Djumena

Bermodal Rp100 Ribu, Daun pun "Disulap" Jadi Uang

Bila mendengar kata daun, biasanya yang ada di pikiran seseorang pastilah sesuatu yang kotor atau seharusnya dibuang. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Nanik Hery. Wanita satu ini bahkan berhasil meraup omzet hingga Rp70 juta per bulan.

Siapa sangka, bisnis yang bermula dari kebiasaan almarhum sang suami yang hobi mengeringkan daun dan menyelipkannya di buku, menjadi awal mula pundi-pundi uang mengalir deras ke kantongnya. Dari situ muncul beberapa ide tentang membuat suatu usaha dari olahan daun.

Modal yang ala kadarnya sebesar Rp100 ribu ternyata menjadi jalan awal usaha tersebut untuk menembus penjualan pasar internasional. "Waktu itu modalnya cuma Rp100 ribu, tapi melihat respons dari orang-orang yang begitu menyukai hasil karya kami, saya sangat bersyukur," ungkap Nanik kepada Okezone.

Nanik mengaku akan terus menjaga usaha yang merupakan warisan dari Alm suaminya. Kala itu, dirinya mencoba kreasi daun dengan membuat tempat tisu. "Kami membeli kotak tisu dan lem, lalu kami melekatkan daun sebagai hiasannya, tidak disangka hasilnya di luar dugaan, hasil kreasi kami disukai banyak orang. Selain itu usaha ini juga membuka lapangan kerja," kenangnya.

Usaha yang diberi nama "Ud Bengkel Keriya Daun 9996" ini sudah ada sejak 9 September 1996. Kini, usahanya telah merambah ke pasar internasional. Berbagai jenis barang tersedia seperti kotak tisu, buku, bingkai foto, dompet dan masih banyak lagi. Adapun untuk harga yang ditawarkan memiliki keragaman mulai Rp5 ribu hingga Rp5 juta.

Nanik menceritakan, tidak susah untuk menemukan dedaunan yang akan digunakan sebagai kreasinya. Jenis daun yang digunakan Nanik adalah daun yang mudah ditemukan, seperti daun kupu-kupu yang pohonnya banyak terdapat di pinggir jalan raya. Dia pun bekerjasama dengan dinas kebersihan Surabaya untuk mendapatkan jenis daun tersebut sehingga setiap harinya Nanik dapat memasok bahan bakunya tersebut.

Hingga saat ini Nanik telah berhasil memiliki toko sendiri yang lokasinya di Ngagel Mulyo XV Surabaya dengan karyawan sebanyak 14 orang yang ditempatkan dikelompok-kelompoknya. "Ada bagian khusus barang untuk ekspor dan ada yang barang untuk dipasarkan di dalam negeri," tutupnya. (mrt)(mlk//)


Sumber : Okezone.com

Bermodal Rp35 Juta Langsung "Banting Stir" Jualan Nasi

BERAWAL dari keinginannya menjadi seorang entrepreneur, Lailatus Sa’adah sejak duduk dibangku sekolah dasar telah memberanikan diri menjual barang yang berhubungan dengan anak-anak.

Perempuan yang kerap dipanggil Ella ini melihat, pada masa itu anak SD sedang menyukai buku-buku kecil yang lucu (seperti note). Melihat hal tersebut Ella mencoba mengisi waktu luangnya dengan membuat buku-buku kecil.

"Entah saat itu apa yang ada dipikiran saya, yang saya ingat saya hanya memanfaatkan peluang tersebut. Di waktu luang, saya membuat buku note yang lucu-lucu dan keesokan harinya saya jual ke teman-teman," ujar Ella kepada Okezone.

Wanita berusia 22 tahun lulusan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan D3 Teknik Kimia ini mengaku, momen tersebut adalah monet yang sangat berharga baginya. Karena menurutnya, walaupun Ella menjualnya dengan harga Rp100 tapi dia mengaku sangat senang karena buku-buku kecil yang dibuatnya selalu habis dibeli teman teman.

Pernah juga Ella berjualan pensil, penghapus warna warni, stiker-stiker lucu, permen bentuk lipstik yang pada saat itu sedang popular di anak-anak SD. Dirinya mengaku selalu berganti-ganti jualannya sampai dirinya duduk di bangku SMA. Namun semua itu tidak terlalu diseriusi untuk mencari keuntungan yang banyak, Ella mengaku dulu melakukannya hanya karena senang melakukannya.

Ella terlahir dari keluarga sederhana yang sangat spesial ini menceritakan, dalam keluarganya memiliki double adik kembar yakni dua kembar laki-laki dan dua kembar perempuan serta satu kakak perempuan, Ella juga memiliki orangtua yang sangat mendukung semua langkah yang dipilih anaknya untuk sukses, termasuk keinginannya menjadi seorang entrepreneur.

Krisis Ekonomi Melanda

Ketika Ella lulus dari SMA, keluarganya mengalami krisis ekonomi. Ada kabar berita bahwa dirinya belum tentu bisa berkuliah karena saat itu penjualan songkok Bapaknya yang biasanya dapat menghidupi keluarga sedang mengalami macet.

"Bila bulan-bulan sebelumnya bisa selalu mengirimkan beberapa ratus kodi songkok ke luar kota tiba-tiba terhenti sehingga stok songkok Bapak di gudang membludak dan Bapak mulai memberhentikan satu demi satu pegawainya hingga tak ada satupun pegawai yang tersisa," lirih Ella.

”Namun, Bapak tetap ingin menguliahkan saya, alhasil bapak meminjam sejumlah uang ke bank untuk membiayai kuliah saya. Salah satunya, karena hal inilah yang membuat saya benar-benar mulai berfikir serius untuk masa depan saya," tutur Ella.

Awalnya, terbesit dalam pikiran Ella untuk menjadi pegawai di perusahaan besar di Indonesia seperti Unilever atau perusahaan-perusaan asing. Berangkat dari sana, saat kuliah pun Ella mempersiapkan akademik dan segala skill yang dibutuhkan di dunia kerja. Termasuk hal-hal yang bisa menambah poin ketika Ella memasukkan curriculum vitae ke sebuah perusahaan, seperti memenangkan beberapa kompetisi akademik (karya tulis) berskala nasional, menjadi asisten dosen, menjadi seorang organisatoris, mencari pengalaman menjadi pembina di salah satu SMP dalam hal akademik dan lain sebagainya.

"Semua itu saya lakukan hingga IP pun tidak pernah kubiarkan di bawah 3,5. Tapi saya tidak sama sekali menikmati hal tersebut, hingga pada akhirnya saya duduk menjadi peserta di sebuah seminar yang berjudul entrepreneur," cerita Ella.

Di dalam seminar itu, Ella baru menyadari bahwa ternyata inilah jalan hidupnya, dirinya baru menyadari bahwa kesenangan yang dulu selalu dilakukannya ternyata merupakan sebuah profesi yang besar, "profesi menurut saya mulia dan bisa membawa saya menuju kesuksesan (itu tekad dari dalam diri saya)," kata Ella.

Jualan Nasi Krawu

Sepulang dari seminar Ella mulai memikirkan peluang apakah yang bisa dimanfaatkannya untuk membantu perekonomian keluarganya. Keesokan harinya Ella pulang ke Gresik, sesampainya di sana, Ella diajak berbincang-bincang dengan ayahnya yang ingin "banting stir" dari penjual songkok menjadi penjual nasi krawu khas dari kota Gresik.

"Bapak ingin memanfaatkan sisa uang yang dipinjam bapak ke bank (saat itu tinggal Rp35 juta) untuk membuka sebuah depot. Saya menanggapinya dengan semangat, walau dari dalam hati bertanya, 'apa cukup ya Rp35 juta untuk membuka depot seperti yang diinginkan bapak tersebut?'" tanya Ella.

Hari itu juga, di sore harinya, Ella mulai beraksi dengan bapaknya untuk mencari lokasi, setelah ditemukan lokasi yang cocok dan kebetulan ada tulisan "dikontrakkan", Ella langsung mengambil HP untuk menghubungi nomor yang tertera di sana. Ella menanyakan harganya sewa per tahun yang ternyata membutuhkan dana Rp25 juta, dan sewa minimal harus langsung dua tahun. Harga tersebut jelas tidak cukup uang Bapaknya yang akhirnya Ella mengajak bapaknya untuk pulang dan merundingkannya.

Sesampai di rumah, ternyata Bapaknya bertekad tetap ingin menyewa kontrakan itu, sementara sisa uang yang dibutuhkan pinjam lagi ke bank. Di benak Ella, sang Ayah pun merupakan orang yang berani mengambil risiko. Namun, keberanian itu tidak disetujui oleh seisi rumah. Akhirnya bapak mengajukan usul 'Ya sudah Bapak mau jualan keliling nasi krawu yang sudah dibungkus saja, nanti bapak membuka lapak kecil-kecilan di depan rumah kontrakan tadi di pagi hari'.

Betapa trenyuhnya hati Ella melihat semangat bapak yang tak kunjung reda untuk menghidupi keluarga, walaupun usaha yang sebelumnya telah dibangun bapak tiba-tiba runtuh dan menimbulkan dampak yang cukup berarti bagi keluarga, tapi semangat itu bisa secepat kilat tumbuh lagi.

Mendengar jawaban sang bapak, seluruh anggota keluarga yang diajak berunding mendadak diam. Hingga Ella mendengar kakaknya berkata 'Ya Allah, Bapak ndak malu ta jualan nasi krawu bungkusan keliling kayak gitu, aku ndak tega Pak lihat sampeyan gitu'. Bapaknya malah ketawa, "hahaha...kenapa harus malu, manusia itu hidup untuk berjuang selebihnya serahkan pada yang di atas..yang penting semangat..semua jalan harus dicoba, jangan mendahulukan malu," tutur Bapak Ella.

Pelajaran besar kembali didapatkan Ella, saat itu tiba-tiba terbesit maraknya franchise-franchise. Dari situlah Ella memikirkan bagaimana caranya agar nasi krawu bisa dibuat franchise. Pada saat itu Ella meninggalkan forum tadi dan menyendiri di kamar untuk berfikir gimana caranya nasi krawu bisa dimodif sehingga bisa diterima mayarakat luas.

Kemudian Ella berpikiran menuju ke mobilitas masyarakat yang semakin lama semakin meningkat. Dari situ tentu dibutuhkan makanan yang praktis dan cepat, namun kebanyakan makanan praktis dan cepat identik dengan junkfood yang berasal dari luar negeri. Padahal menurunya Indonesia kaya akan warisan kuliner nusantaranya yang juga tidak kalah enak dengan makanan  dari luar. "waaaah....kenapa saya enggak buat nasi krawu jadi makanan praktis saja yaaa..dan selanjutnya akan saya jual dengan sistem franchise," ujar Ella kala itu.

Saat itu sontak membuat Ella langsung beranjak dan keluar dari kamar, “sampun pak, bapak jangan jualan nasi krawu..yang jualan aku aja pak di kampus. Aku diajari aja cara masaknya”. Seketika mucul kata-kata itu karena Ella tidak tega melihat bapaknya yang usianya sudah memasuki kepala lima masih mau berjualan keliling.

Ikut Kompetisi

Pada saat itu semua anggota keluarga mendukung setelah dijelaskan konsep franchise yang dimilikinya. Ella dulu memulainya dengan menitipkan krawu burger di kantin-kantin jurusan  ITS Surabaya pada tanggal 17 April 2011. Saat itu pasar yang ditujunya cukup menerima produknya dengan sangat baik, terbukti dengan hanya dalam satu jam, produk titipannya tersebut telah habis terjual. Karena antusiasme pasar yang cukup baik ini, semangatnya semakin berapi-api untuk mengembangkan usahanya. Namun, untuk mengaktualisasikan mimpi tersebut bagaimanapun tetap dibutuhkan sejumlah modal.

"Saya mencoba ke beberapa investor namun tidak memberikan hasil, sampai akhirnya saya melihat ada selebaran kompetisi diplomat success challenge season 2. Ada sedikit terbesit dalam pikiran saya bahwa saya tidak mungkin memenangkannya karena sepertinya acara ini begitu besar, apalagi ditambah ada pak Helmi yahya yang merupakan idolaku duduk sebagai juri yang semakin menambah ke-nervous-anku.”ungkap Ella.

Namun Ella kembali mengingat semangat bapaknya yang begitu hebat. Akhirnya  ella menguatkan dari dalam hati dengan memulai melengkapi semua berkasnya dan kukirim template proposalnya. Setelah mengirimpun dirinya mengaku sama sekali tidak ada fikiran untuk menunggu kabar gembira akan lolos. Saat itu Ella malah sibuk mengikuti kompetisi besar lain yang sekiranya juga bisa membantunya untuk mendapatkan sejumlah modal. Kompetisi tersebut adalah shell liveWIRE Business Start up Award 2011. Kompetisi itupun juga harus mengalahkan banyak peserta se-Jawa Bali dalam beberapa tahapnya untuk mendapatkan modal usaha sebesar Rp20 juta.

Semangatnya kembali berkobar-kobar dengan ditemani Teguh Indoko yang dulu teman dekatnya dan kini telah menjadi suaminya, saat itu Ella dan suaminya mulai membuat satu booth dengan dana yang diberikan oleh PT. Shell. Dalam perjalanannyapun dibantu beberapa orang tim yang selalu silih berganti, hanya suami dan keluarganya saja yang tetap setia mulai awal menemaninya berjuang hingga sekarang.

"Di tengah-tengah rapat bersama, tiba-tiba saya ditelepon oleh panitia diplomat success challengeseason 2, beliau memberikan kabar bahwa saya lolos seleksi untuk menjadi finalis di ajang ini dan harus dikarantina selama dua minggu di Jakarta. Hati saya semakin bergemuruh mengucap syukur yang tiada henti, hampir perjuangan saya saat itu selalu diberikan kemudahan oleh Allah SWT," ungkap Ella.

Setelah mendapat kabar tersebut Ella berangkat ke Jakarta, menjalani masa karantina yang didalamnya sangat banyak tantangan-tantangan yang harus diselesaikannya untuk menjadi pemenang dan pulang membawa modal usaha yang sangat besar. Dengan tekad penuh dan semangat yang kuat seperti yang diajarkan oleh bapaknya, Ella terus mencoba bertahan atas semua tantangan yang diberikan walau sempat di masa-masa akhir perjuangan, di 4 besar Ella menangis karena dirinya ingin sekali berkomunikasi dengan keluarga terutama dengan suaminya.

"Entah apa yang saat itu saya pikirkan, saya hanya butuh telepon orangtua saya dan mas Teguh untuk diberikan sedikit kata-kata semangat. Tapi hal tersebut tidak diperbolehkan, yah akhirnya saya hanya kembali mengingat niat awal dan semua ajaran-ajaran bapak saya. Akhirnya saya bisa kembali berdiri tegap dan ternyata alhamdulillah saya juga diberikan kesempatan untuk menjadi pemenang di ajang ini. Dan kali ini saya menangis lagi tapi menangis bahagia," ujar Ella.

Akhirnya Ella pulang dengan membawa modal dan kembali berjuang. Saat ini outlet-nya akan memasuki sembilan outlet. “Dalam perjuangan ini saya selalu mengingat sabda Nabi Muhammad SAW yang diajarkan bapak saya, sabda tersebut adalah "man jadda wa jada" artinya "barang siapa yang mau bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya," tutur Ella. Sampai saat inipun kata-kata itu masih terus menghiasi langkahnya dalam berjuang, karena Manusia itu Hidup untuk Berjuang. (ade)(//mlk)


Sumber : Okezone.com